Feeds RSS

Minggu, 26 Januari 2014

Tifoid pada Anak


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    KONSEP DASAR TEORI
1.      Definisi
Demam tifoid (Typhus abdominalis, Tifoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart, 1994).
Demam tifoid, enteric fever ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (IlmuKesehatanAnakFKUI, 593). Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh salmonella typhosa yang masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi dengan gejala demam yang lebih tinggi dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran.
2.      Etiologi
Penyakit tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 700C maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu:
a.       Antigen O (Ohne Hauch): merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.
b.      Antigen H: terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c.       Antigen Vi: merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
3.      Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita tifoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal. Setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limpoid usus halus (teutama Plak Peyer) dan jaringan limpoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus, dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada tifoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis tifoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

5.      Manifestasi Klinis
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
a.       Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b.      Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c.       Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
d.      Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.




6.      Akibat/ Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:
a.    Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b.    Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c.    Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
7.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tifoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a.       Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam tifoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam tifoid.
b.      Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam tifoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya tifoid.



c.       Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam tifoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam tifoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
1)      Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2)      Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3)      Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam tifoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4)      Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d.      Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan tifoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1)      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2)      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3)      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal:
a.    Faktor yang berhubungan dengan klien:
1.   Keadaan umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2.   Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3.   Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam tifoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4.   Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5.   Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6.   Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7.   Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8.   Reaksi anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan tifoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b.    Faktor-faktor Teknis
1.   Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2.   Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3.   Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
8.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien tifoid terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a.       Perawatan.
1)   Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2)   Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b.      Diet
1)    Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2)    Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3)    Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4)    Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

c.       Obat-obatan

Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:

1)    Klorampenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.

2)    Tiampenikol, dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.

3)    Kotrimoxazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitasnya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari.

4)    Amoxilin dan ampicillin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam.

5)    Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid.

6)    Fluorokinolon, efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat simtomatik antara lain:

1)   Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.

2)   Kortikosteroid
Klien yang toksit
dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps”. (Sjaifoellah, 1996: 440).


B.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TIFOID
Proses keperawatan adalah kegiatan yang berurutan dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat perencaan untuk mengatasinya pelaksanaan rencana dan mengevaluasi keberhasilann secara efektif terhadap masalah yang diatasinya.
Proses keperawatan pada dasarnya adalah metode pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus pada respon manusia secara individu, kelompoak dan masyarakat terhadapat perubahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yaitu:
1.      Pengkajian
2.      Diagnosa Keperawatan
3.      Rencana Keperawatan
4.      Pelaksanaan
5.      Evaluasi
Secara terperinci asuhan keperwatan pada perawatan tifoid melalui pendekatan proses keperawatan akan dibahas di bawah ini:


1.    Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok (Carpenito dan Moyet, 2007).Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu. Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.
Pengumpulan Data
a.       Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
b.      Keluhan utama
Pada pasien tifoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
c.       Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
d.      Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
e.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.


f.       Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT, dll.
g.      Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.
h.      Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.
Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2.      Kepala
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3.      Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4.      Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5.      Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6.      Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.


7.      Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8.      Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9.      Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10.  Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan yang mendukung diagnosis:
Darah tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal, limfositosis relatif (jarang), dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia ringan.
2.      Pemeriksaan konfirmasi diagnosis:
Biakan empedu dari bahan darah atau sumsum tulang dan serologis widal bila perlu diulang pada saat penyembuhan.
3.      Pemeriksaan penunjang komplikasi :
·      Perdarahan usus ringan/tersembunyi: uji benzidin tinja.
·      Perforasi usus/peritonitis: foto polos perut tiga posisi.
·      Kolesistitis: USG hati dan kandung empe
·      Meningitis/ensefalitis: punksi lumbal
·      Bronkhopneumonia: thoraks foto.
·      Hepatitis: uji faal hati dan SGOT/SGP







Analisa Data
Tabel 2.1
Analisa Data
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
DS  :
·      Klien mengeluh badannya panas
DO :
·      Suhu tubuh > 380C
·      Leukosit < 5000/ mm3
·      Frekuensi nadi > 100x / menit
·      Muka merah
·      Bibir pecah-pecah
·      Banyak keringat
Makanan yang terkontaminasi Salmonela Typosa atau Salmonela Paratyphi A,B,C

Masuk usus halus lalu terjadi proses infeksi

Masuk ke dalam aliran darah

Bakteri melepas Endotoksin
 

Merangsang sintesa dalam pelepasan zat pytrogen oleh leukosit pada jaringan yang merangsang
 

Infeksi disampaikan Hypotalamus bagian termoregulator melalui ductus toracicus.
Hipertermi
DS  :
·      Klien mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·      Porsi makan tidak habis dari yang disediakan
·      Klien tampak lemah
·      Klien muntah
·      Berat badan menurun
Proses infeksi di usus halus

Fungsi usus halus dalam mengabsorbsi makanan terganggu

Sari-sari makanan yang diabsorbsi menurun

Nutrisi kurang terpenuhi
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
DS  :
·        Klien mengatakan lemah untuk melakukan aktivitas
DO :
·      Porsi makan tidak habis
·      Klien tampak lemah
·      Klien bedrest, aktivitas di bantu
Intake nutrisi lemah    

Metabolisme glukosa terganggu

Pembentukan ATP dan ADP terganggu
 

Energi berkurang dan terjadi kelemahan otot
 

Aktivitas terganggu
Intoleransi aktivitas







DS  : -
DO :
·      Suhu tubuh 380 C
·      Pengeluaran sekresi keringat banyak
·      Minum air kurang
·      Bibir kering dan pecah-pecah
Peningkatan suhu tubuh
 

Dilatasi pembuluh darah
 

Evaporasi berlebih


 


Dehidrasi
Risiko kekurangan volume cairan
DS:
·         Klien mengatakan nyeri di abdomen
DO:
·         Gerakan menghindari nyeri
·         Posisi menghindari nyeri
·         Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu, dan menyeringai)
Splenomegali

Lesi plak peyer

Erosi

Nyeri
Nyeri akut

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (a Carpenito, 2000).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan tifoid adalah:
a.       Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi salmonella typhi dalam tubuh.
b.      Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan absorbsi makanan terganggu
c.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi pasien lemah.
d.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang.
e.       Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.

3.      Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
Rencana keperawatan pada klien dengan tifoid adalah:
Tabel 2.2
Rencana Keperawatan
No.
Diagnosa Perawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi salmonella typhi dalam tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….... pasien menunjukkan suhu tubuh normal dengan kriteria :
·      Suhu : 36-37 0C
·      Klien tidak mengeluh adanya panas badan
         Observasi TTV tiap 4 jam sekali


         Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh


         Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat

         Batasi pengunjung


         Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum 2,5 liter / ± 24 jam


         Memberikan kompres dingin


         Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.
Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien

Klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul

Menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan

Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas

Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Untuk membantu menurunkan suhu tubuh

Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.
2.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan absorbsi makanan terganggu

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….... pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria:
·      Nafsu makan meningkat
·      Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
         Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi

         Timbang berat badan klien setiap 2 hari


         Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
         Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
         Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral
Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan

Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.









Untuk menghindari mual dan muntah


Antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi pasien lemah.






Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …....  aktivitas sehari-hari terpenuhi, dengan kriteria :
·      Klien mampu melakukan aktivitas tanpa dibantu
         Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (misal. Miring kanan, miring kiri)
         Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum)

         Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
         Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang
Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest




Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi

Mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.

Menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus
4
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang





Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….... kekurangan cairan tidak terjadi, dengan kriteria :
·      Turgor kembali normal
·      Kelopak mata tidak cekung
·      Klien tampak segar






         Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga
         Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan
         Anjurkan pasien untuk banyak minum  2,5 liter / ± 24 jam.
         Observasi kelancaran tetesan infus.


         Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
Mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.



Untuk mengetahui keseimbangan cairan


Untuk pemenuhan kebutuhan cairan

Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema.

Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara
5
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
·      Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol
·      Tampak rileks dan mampu tidur dan istirahat dengan tepat.

         Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri.
         Kaji ulang faktor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri







         Beri kompres hangat pada daerah nyeri.
         Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik.
Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/ terjadi komplikasi.

Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor yang memperberat (seperti stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi, serta membantu dalam membuat diagnosis dan kebutuhan terapi.

Untuk menghilang nyeri

Analgetik dapat membantu menurunkan nyeri.

0 komentar:

Posting Komentar