Feeds RSS

Minggu, 26 Januari 2014

Fraktur


BAB II

PEMBAHASAN

2.1.  FRAKTUR

A.      Definisi

Ø  Fraktur adalah putusnya kesinambungan tulang (patah tulang). (Henderson,M.A. ilmu bedah untuk perawat.hal:219)
Ø  Faktur dalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat di absorpsinya.(Smeltzer,Suzanne C.keperawatan Medikal Bedah.hal:2357).
Ø  Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Sylvia,A.Price.Patofisiologi.hal:1183)
Ø  Fraktur adalah patah tulang yang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau kecelakaan dan dapat terjadi pada waktu kegiatan biasa atau karena benturan ringan (Long, B.C, alih bahasa YIAPKP, 1996:356)


B.      Klasifikasi Fraktur

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a.          Berdasarkan sifat fraktur.
1).     Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2).     Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b.         Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1).     Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2).     Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a)         Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b)         Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c)         Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c.          Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1).     Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2).     Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3).     Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4).     Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5).     Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d.         Berdasarkan jumlah garis patah.
1)       Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2)       Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3)       Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e.          Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1).     Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2).     Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a)         Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah  sumbu dan overlapping).
b)         Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)         Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f.          Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g.         Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a.          Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b.         Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c.          Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d.         Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

C.      Etiologi

Menurut Long, B.C, alih bahasa YIAPKP, ( 1996 : 357), fraktur dapat disebabkan oleh:
Ø  Fraktur dapat terjadi karena benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan).
Ø  Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis.
Ø  Fraktur terjadi karena letih, patah tulang karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti karena berjalan kaki terlalu jauh.
Faktor predisposisi:
Ø  Fraktur sebagai akibat dari kondisi biologi seperti osteopinia     (disebabkan untuk penggunaan steroid atau penyakit chusing syndrome)
Ø  Osteogenesis yang tidak sempurna
Ø  Neoplasma dapat berperan dalam terjadinya fraktur
Ø  Pada menopouse estrogen berkurang
Ø  Kekurangan proten sehingga menurunkan massa tulang.

D.      Tanda dan Gejala

Menurut Brunner & Suddart, alih bahasa Agung Waluyo. (2001:2158), gejala-gejala yang sering ditemukan pada klien dengan fraktur antara lain :
Ø  Nyeri yang terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimmobilisasikan.
Ø  Spasme otot merupakan bentuk bidai alamiah untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Ø  Deformitas (perubahan bentuk)
Ø  Krepitasi akibat gesekan anatara fragmen satu dan yang lainnya, yang dapat diraba atau didengar.
Ø  Pembengkakan dan perubahan warna lokal akibat trauma dan perdarahan.

E.       Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya  (Black, J.M, et al, 1993)
b.         Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1)     Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2)     Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )    
b.   Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1)         Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 
2)         Stadium Dua-Proliferasi Seluler      
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.  
3)         Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.    
4)         Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan  osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 
5)         Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)         

F.       Pemeriksaan Diagnostik dan Manajemen Medik

Menurut Doengoes, M., alih bahasa Karyasa. I.M. (2002:762), pemeriksaaan diagnostik yang biasa dilakukan pada pasien dengan fraktur
a.       Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b.      Computed Tomography (CT-SCAN).
Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c.       Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.
d.      Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya lebih rendah karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple). Kreatinin (trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal). Profil koagulasi (perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hati).
Menurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187), empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur :
1.       Rekognisi, menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian dibawa ke rumah sakit.
2.       Reduksi, reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan letak normal, usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
3.       Retensi, menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk menahan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan.
4.       Rehabilitasi, dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan pengobatan fraktur, untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.

G.     Komplikasi

1. Komplikasi Awal
a.       Kerusakan Arteri
                         Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b.      Kompartement Syndrom
                         Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c.       Fat Embolism Syndrom
                         Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d.      Infeksi
                         System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e.      Avaskuler Nekrosis
             Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f.        Shock
             Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.



2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a.       Delayed Union
         Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.

b.      Nonunion
         Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c.       Malunion
         Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)

H.     Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :
a.                                                      Traksi
Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan memberikan beban yang cukup untuk penarikan otot guna meminimalkan spasme otot, mengurangi dan mempertahankan kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi deformitas.
b.                                                     Fiksasi interna
Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, plate, paku dan pin logam dalam pembedahan yang dilaksanakan dengan teknik aseptik.

c.                                                      Reduksi terbuka
Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan fiksasi dan pemanjangan tulang yang patah.
d.                                                     Gips
Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria, fiber dan plastik.


2.Penatalaksanaan secara umum
a.       Melakukan pemerikasaan terhadap jalan napas (air way), proses pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak.
b.      Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai rumah sakit.
c.       Melakukan foto radiologis.
d.      Pemasangan bidai.
3.Penatalaksanaan kedaruratan
a.       Mengimobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
b.      Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama dengan ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cidera.
c.       Pada cidera ekstremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada atau lengan bawah yang cidera digantung pada sling.

0 komentar:

Posting Komentar