Feeds RSS

Minggu, 26 Januari 2014

Hipertensi Pada Lansia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    KONSEP LANSIA
1.      Definisi Lansia
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

2.      Batasan Lansia
Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
a.       Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
b.      Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
c.       Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
d.      Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
Menurut Dra. Jos Masdani (psikolog UI) mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:
a.       Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
b.      Verilitia antara 40 dan 50 tahun
c.       Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
d.      Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia
3.      Tipe-Tipe Lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W (2000) adalah:
a.       Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
b.      Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai kegiatan.
c.       Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, jabatan, teman.
d.      Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
e.       Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, pasif, dan kaget.
4.      Teori-Teori Proses Penuaan
a.       Teori Biologi
1)      Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang terprogramoleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2)      Teori radikal bebas
Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.


3)      Teori autoimun
Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang telah menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi untuk membentuk antibody yang menghancurkan sel tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh tidak mampu melawan organisme pathogen yang masuk kedalam tubuh.Teori meyakini menua terjadi berhubungan dengan peningkatan produk autoantibodi.
4)      Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
5)      Teori telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap pembelaan akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya saat memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat telomer itu memendek dan akhirnya tidak mampu membelah lagi.
6)      Teori apoptosis
Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini diperlukan pada perkembangan persarapan dan juga diperlukan untuk merusak sistem program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini lingkumgan yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres dan hormon tubuh yang berkurang konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai organ tubuh.




b.      Teori Kejiwaan Sosial
1)      Aktifitas atau kegiatan (Activity theory)
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut bnyak kegiatan social.
2)      Keperibadian lanjut (Continuity theory)
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality yang dimilikinya.
3)      Teori pembebasan (Disengagement theory)
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.
c.       Teori Lingkungan
1)      Exposure theory: Paparan sinar matahari dapat mengakibatkat percepatan proses penuaan.
2)      Radiasi theory: Radiasi sinar y, sinar xdan ultrafiolet dari alat-alat medis memudahkan sel mengalami denaturasi protein dan mutasi DNA.
3)      Polution theory: Udara, air dan tanah yang tercemar polusi mengandung subtansi kimia, yang mempengaruhi kondisi epigenetik yang dpat mempercepat proses penuaan.
4)      Stress theory: Stres fisik maupun psikis meningkatkan kadar kortisol dalam darah. Kondisi stres yang terus menerus dapat mempercepat proses penuaan.
5.      Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur.


Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
a.       Perubahan Fisik
1)      Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2)      Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
3)      Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
4)      Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
5)      Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
6)      Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7)      Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
8)      Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
9)      Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
10)  Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.


11)  Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
12)  Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
b.      Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1)      Perubahan fisik.
2)      Kesehatan umum.
3)      Tingkat pendidikan.
4)      Hereditas.
5)      Lingkungan.
6)      Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
7)      Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
8)      Kenangan lama tidak berubah.
9)      Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
c.       Perubahan Psikososial
1)      Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic dan depresif.
2)      Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
3)      Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi
4)      Sadar akan datangnya kematian.
5)      Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6)      Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7)      Penyakit kronis.
8)      Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
9)      Gangguan syaraf panca indra.
10)  Gizi
11)  Kehilangan teman dan keluarga.
12)  Berkurangnya kekuatan fisik.
Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada tiga yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis.
a.       Perubahan biologis meliputi :
1)    Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap.
2)    Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
3)    Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.
4)    Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir .
5)    Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.
6)    Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.
7)    Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
8)    Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan dehidrasi.
b.      Kemunduran psikologis
Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.
c.       Kemunduran sosiologi
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.


6.      Perawatan Lansia
Perawatan pada lansia dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu:
a.       Pendekatan Psikis
Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan sebagai support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.
b.      Pendekatan Sosial
Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi, menonton televise, perawat harus mengadakan kontak sesama mereka, menanamkan rasa persaudaraan.
c.       Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia dalam keadaan sakit.

B.     KONSEP HIPERTENSI
1.      Definisi Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Tubuh akan bereaksi lapar yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, timbullah gejala yang disebut sebagai penyakit tekanan darah tinggi (Vitahealth, 2006). Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Corwin, 2009).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
2.      Etiologi Hipertensi
Beberapa penyebab yang membuat tekanan darah berada di atas 140/90 mmHg atau kondisi hipertensi dilihat dari jenis hipertensi:
a.       Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya:
1)      Genetik; individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit ini dibanding mereka yang tidak.
2)      Jenis kelamin dan usia; laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
3)      Diet; konsumsi diet tinggi garam atau kandungan lemak, secara langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
4)      Berat badan obesitas (25% lebih berat di atas berat badan ideal).
5)      Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol.
b.      Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya diketahui. Beberapa gejala atau penyakit yang menyebabkanhipertensi jenis ini antara lain:
1)      Coarctation aorta, yaitu penyempitan aorta congenital
2)      Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
3)      Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
4)      Gangguan endokrin
5)      Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga)
6)      Stres
7)      Kehamilan
8)      Luka bakar
9)      Penimngkatan volume intravaskular
10)  Merokok.
(Ardiansyah, 2012)
3.      Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi pada pasien berusia ≥ 18 tahun oleh The Joint Nasional Committee on Detection , Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1998) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC (1998)
Kategori
TDD (mmHg)
TDS (mmHg)
Normal
< 85
< 130
Normal tinggi
85-89
130-139
Hipertensi:
Tinggi 1 (ringan)
90-99
140-159
Tinggi 2 (sedang)
100-109
160-179
Tinggi 3 (berat)
110-119
180-210
Tinggi 4 (sangat berat)
≥ 120
≥ 210
  Keterangan: Tekanan Darah Diastolik (TDD) dan Tekanan Darah Sistolik (TDS)
4.      Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme  yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Rohaendi, 2008).
5.      Manifestasi Klinis Hipertensi
Sebagian manifestasi klinis timbul setelah penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun. Gejalanya berupa:
a.       Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah interkranium.
b.      Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak dari hipertensi.
c.       Ayunan langkah yang tidak mantap.
d.      Nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e.       Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien antara lain sakit kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, muntah-muntah, kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epsitaksis, pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur.
(Ardiansyah, 2012)
6.      Penatalaksanaan Hipertensi
Tiga hal yang paling penting dalam kiat menurunkan tekanan darah adalah ukuran pinggang (menurunkan kelebihan berat badan), kebugaran fisik, dan ketegangan jiwa (mengelola stres).
a.       Menurunkan kelebihan berat badan
Penurunan berat badan akan membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi faktor risiko stroke, serangan jantung, dan penyakit serius lainnya. Penelitian menunjukkan untuk setiap kilogram berat badan yang dikurangi, tekanan darah akan menurun sebanyak 1 mm air raksa. Jika tekanan darah hanya sedikit sekali meningkat, menghilangkan berat badan yang berlebihan dapat menurunkannya ke tingkat normal tanpa pengobatan.
b.      Bergerak atau aktivitas fisik
Olahraga teratur dapat mengurangi berat badan dan menolong untuk mengontrol berat badan.
c.       Diet
Terutama pengurangan jumlah garam (natrium klorida), makanan berlemak, dan menambah jumlah buah dan sayuran membantu menurunkan tekanan darah dan mencegah tekanan darah tinggi.
d.      Mengelola stres
Stres memaksa jantung berdetak lebih keras dan menimgkatkan tekanan darah dalam jangka pendek. Penting sekali menyediakan waktu untuk bersantai secara teratur dan melakukan hal-hal yang disukai. Aktivitas fisik dapat membuat rileks dan mengurangi stres.
(Vitahelath, 2006 dan Buckman, 2010)
7.      Komplikasi Hipertensi
Membiarkan hipertensi berarti membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan risiko stroke delapan kali dibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.
Selain itu, hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal, dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan fungsi kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak.
(Vitahelath, 2006)


0 komentar:

Posting Komentar