BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. KONSEP
DASAR TEORI
1. Definisi
Demam
tifoid (Typhus abdominalis, Tifoid fever, enteric fever)
merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan
dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan infeksi salmonella Thypi. organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang
terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart, 1994).
Demam tifoid, enteric fever ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (IlmuKesehatanAnakFKUI, 593). Tifoid
adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi
secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer
Orief.M. 1999).
Dari beberapa
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tifoid adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh salmonella
typhosa yang masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi dengan
gejala demam yang lebih tinggi dari satu minggu, gangguan pada saluran
pencernaan, dan gangguan kesadaran.
2. Etiologi
Penyakit tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil
gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak
menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran
pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman
ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang
lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 700C maupun oleh
antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki tiga
macam antigen, yaitu:
a.
Antigen O (Ohne Hauch): merupakan polisakarida yang
sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan
juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.
b.
Antigen H: terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
c.
Antigen Vi: merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman
dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui
berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan
muntah pada penderita tifoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana
lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang
yang sehat melalui mulut.
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal. Setelah
berada dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limpoid usus
halus (teutama Plak Peyer) dan jaringan limpoid mesenterika. Setelah
menyebabkan peradangan dan nekrose setempat. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus, dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada tifoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis tifoid, karena membantu proses inflamasi
lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
5. Manifestasi
Klinis
Menurut
Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b. Gangguan
Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau
tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput
putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan
peradangan.
c. Gangguan
Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun,
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali
penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga
dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan
pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan
epistaksis.
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
6. Akibat/
Komplikasi
Menurut
Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus
halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:
a. Perdarahan
Usus,
bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi
Usus,
timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan
terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis,
biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi
peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis,
ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu
Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan
yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
7. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tifoid
adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan
leukosit
Di
dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam tifoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam tifoid.
b. Pemeriksaan
SGOT dan SGPT
SGOT
dan SGPT pada demam tifoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya tifoid.
c. Biakan
darah
Bila
biakan darah positif hal itu menandakan demam tifoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam tifoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
1) Teknik
pemeriksaan Laboratorium
Hasil
pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2) Saat
pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan
darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
3) Vaksinasi
di masa lampau
Vaksinasi
terhadap demam tifoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan
dengan obat anti mikroba.
Bila
klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji
Widal
Uji
widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan tifoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin
O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin
H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin
Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari
ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi uji widal:
a. Faktor
yang berhubungan dengan klien:
1. Keadaan
umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat
pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah
setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit-penyakit
tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam tifoid yang tidak
dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan
dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan
imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi
dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa,
titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang
setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun
perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada
orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi
klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.
8. Reaksi
anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap
salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan tifoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor
Teknis
1. Aglutinasi
silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi
suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain
salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella
setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada pasien tifoid terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Perawatan.
1) Klien
diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
2) Mobilisasi
bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b. Diet
1) Diet
yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada
penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah
bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan
dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan
Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:
1) Klorampenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.
2) Tiampenikol, dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
3) Kotrimoxazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitasnya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari.
4) Amoxilin dan ampicillin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam.
5) Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid.
6) Fluorokinolon, efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat simtomatik antara lain:
1) Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.
2)
Kortikosteroid
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid
oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps”. (Sjaifoellah, 1996: 440).
B. KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TIFOID
Proses keperawatan adalah
kegiatan yang berurutan dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah
klien, membuat perencaan untuk mengatasinya pelaksanaan rencana dan
mengevaluasi keberhasilann secara efektif terhadap masalah yang diatasinya.
Proses keperawatan pada
dasarnya adalah metode pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang
berfokus pada respon manusia secara individu, kelompoak dan masyarakat
terhadapat perubahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Proses keperawatan
terdiri dari lima tahap yaitu:
1. Pengkajian
2. Diagnosa
Keperawatan
3. Rencana
Keperawatan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
Secara terperinci asuhan keperwatan
pada perawatan tifoid melalui pendekatan proses keperawatan akan dibahas di
bawah ini:
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap yang sistematis
dalam pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok (Carpenito dan
Moyet, 2007).Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu. Anamnesa
mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat
kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.
Pengumpulan
Data
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM,
diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
b. Keluhan
utama
Pada pasien tifoid biasanya mengeluh perut merasa mual
dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
c. Riwayat
Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji
keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala
dan time. Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia,
mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala
pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen
sampai koma.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak
pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
e.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau
sakit yang lainnya.
f.
Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi
Polio, BCG, DPT, dll.
g.
Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya.
h.
Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan
tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah,
panas, pucat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2.
Kepala
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak
mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir
kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3.
Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur,
didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan
tidak terdapat cuping hidung.
5.
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan
tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
6.
Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat
banyak, akral hangat.
7.
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau
konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal).
N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8.
Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah
atau tidak ada gangguan.
9.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran
kelenjar toroid dan tonsil.
10. Sistem
persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan
koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan yang mendukung diagnosis:
Darah tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal, limfositosis
relatif (jarang), dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia ringan.
2.
Pemeriksaan konfirmasi diagnosis:
Biakan empedu dari bahan darah atau sumsum tulang dan serologis widal bila
perlu diulang pada saat penyembuhan.
3.
Pemeriksaan penunjang komplikasi :
·
Perdarahan usus ringan/tersembunyi: uji benzidin
tinja.
·
Perforasi usus/peritonitis: foto polos perut tiga posisi.
·
Kolesistitis: USG hati dan kandung empe
·
Meningitis/ensefalitis: punksi lumbal
·
Bronkhopneumonia: thoraks foto.
·
Hepatitis: uji faal hati dan SGOT/SGP
Analisa Data
Tabel 2.1
Analisa Data
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
|||
DS :
· Klien mengeluh badannya panas
DO :
· Suhu tubuh > 380C
· Leukosit < 5000/ mm3
· Frekuensi nadi > 100x / menit
· Muka merah
· Bibir pecah-pecah
· Banyak keringat
|
Makanan yang terkontaminasi Salmonela Typosa atau
Salmonela Paratyphi A,B,C
Masuk usus halus lalu terjadi proses infeksi
Masuk ke dalam aliran darah
Bakteri
melepas Endotoksin
Merangsang
sintesa dalam pelepasan zat pytrogen oleh leukosit pada jaringan yang
merangsang
Infeksi
disampaikan Hypotalamus bagian termoregulator melalui ductus toracicus.
|
Hipertermi
|
|||
DS :
· Klien mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
· Porsi makan tidak habis dari yang disediakan
· Klien tampak lemah
· Klien muntah
· Berat badan menurun
|
Proses infeksi di usus halus
Fungsi usus halus dalam mengabsorbsi makanan
terganggu
Sari-sari makanan yang diabsorbsi menurun
Nutrisi kurang terpenuhi
|
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh
|
|||
DS :
·
Klien
mengatakan lemah untuk melakukan aktivitas
DO :
· Porsi makan tidak habis
· Klien tampak lemah
· Klien bedrest, aktivitas di bantu
|
Intake nutrisi lemah
Metabolisme glukosa terganggu
Pembentukan
ATP dan ADP terganggu
Energi
berkurang dan terjadi kelemahan otot
Aktivitas terganggu
|
Intoleransi aktivitas
|
|||
DS : -
DO :
· Suhu tubuh 380 C
· Pengeluaran sekresi keringat banyak
· Minum air kurang
· Bibir kering dan pecah-pecah
|
Peningkatan
suhu tubuh
Dilatasi
pembuluh darah
Evaporasi
berlebih
Dehidrasi
|
Risiko kekurangan volume cairan
|
|||
DS:
·
Klien
mengatakan nyeri di abdomen
DO:
·
Gerakan menghindari
nyeri
·
Posisi menghindari
nyeri
·
Gangguan tidur (mata
terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu, dan menyeringai)
|
Splenomegali
Lesi plak peyer
Erosi
Nyeri
|
Nyeri akut
|
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan
yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola)
dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (a Carpenito, 2000).
Diagnosa keperawatan yang muncul
pada klien dengan tifoid adalah:
a.
Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi salmonella
typhi dalam tubuh.
b.
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan absorbsi makanan
terganggu
c.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi
pasien lemah.
d.
Risiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang.
e.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus
halus.
3.
Rencana
Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana
tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan
pasien.
Rencana keperawatan pada klien dengan tifoid adalah:
Tabel 2.2
Rencana
Keperawatan
No.
|
Diagnosa
Perawatan
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Hipertermi
berhubungan dengan adanya infeksi salmonella typhi dalam tubuh
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ….... pasien menunjukkan suhu tubuh normal dengan kriteria :
· Suhu : 36-37 0C
· Klien tidak mengeluh adanya panas badan
|
Observasi
TTV tiap 4 jam sekali
Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
Anjurkan
klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
Batasi
pengunjung
Anjurkan
pasien untuk banyak minum, minum 2,5 liter / ± 24 jam
Memberikan
kompres dingin
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.
|
Tanda-tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum pasien
Klien dan keluarga mengetahui
sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul
Menjaga agar klien merasa nyaman,
pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan
Agar klien merasa tenang dan udara
di dalam ruangan tidak terasa panas
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Untuk membantu menurunkan suhu
tubuh
Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik
untuk menurangi panas.
|
2.
|
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan absorbsi makanan terganggu
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ….... pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi
adekuat, dengan kriteria:
· Nafsu makan meningkat
· Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
porsi yang diberikan
|
Jelaskan
pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi
Timbang
berat badan klien setiap 2 hari
Beri
nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang,
maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
Beri
makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral
|
Untuk meningkatkan pengetahuan
klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan
Untuk
meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
Untuk
menghindari mual dan muntah
Antasida mengurangi rasa mual dan
muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang |
3.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kondisi pasien lemah.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ….... aktivitas
sehari-hari terpenuhi, dengan kriteria :
· Klien mampu melakukan aktivitas tanpa dibantu
|
Beri
motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan
(misal. Miring kanan, miring kiri)
Kaji
kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum)
Dekatkan
keperluan pasien dalam jangkauannya.
Berikan
latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang
|
Agar pasien dan keluarga
mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest
Untuk mengetahui sejauh mana
kelemahan yang terjadi
Mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
Menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus |
4
|
Risiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ….... kekurangan cairan tidak terjadi, dengan kriteria :
· Turgor kembali normal
· Kelopak mata tidak cekung
· Klien tampak segar
|
Berikan
penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga
Observasi
pemasukan dan pengeluaran cairan
Anjurkan
pasien untuk banyak minum 2,5 liter / ± 24 jam.
Observasi
kelancaran tetesan infus.
Kolaborasi
dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
|
Mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
Untuk mengetahui keseimbangan
cairan
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
dan mencegah adanya edema.
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak
terpenuhi (secara
|
5
|
Nyeri akut berhubungan dengan
inflamasi pada usus halus.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien
tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
·
Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol
·
Tampak rileks dan mampu tidur dan istirahat dengan tepat.
|
Kaji
tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri.
Kaji
ulang faktor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri
Beri
kompres hangat pada daerah nyeri.
Kolaborasi
dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik.
|
Perubahan pada
karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/ terjadi
komplikasi.
Dapat
menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor yang memperberat (seperti
stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya
komplikasi, serta membantu dalam membuat diagnosis dan kebutuhan terapi.
Untuk menghilang
nyeri
Analgetik dapat membantu
menurunkan nyeri.
|
0 komentar:
Posting Komentar