BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
KONSEP
TEORI AKTIVITAS KELOMPOK
1. Definisi
Kelompok
adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling
bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001 dikutip
dari Cyber Nurse, 2009). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang
dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas
kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah
Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi
psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien
dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).
Terapi aktivitas kelompok adalah
salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis terhadap sejumlah klien pada
waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes
RI, 1997). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Aktivitas digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai
target asuhan (Kelliat, 2005)
2. Manfaat
Terapi
aktivitas kelompok mempunyai manfaat :
a. Umum
1) Meningkatkan
kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang
lain.
2) Membentuk
sosialisasi
3) Meningkatkan
fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi
emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan
adaptasi.
4) Membangkitkan
motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
b. Khusus
1) Meningkatkan
identitasi diri
2) Menyalurkan
emosi secara konstruktif
3) Meningkatkan
keterampilan hubungan social untuk diterapkan sehari-hari
4) Bersifat
rehabilitative: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan social,
kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang
masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
3. Tahapan
Dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Kelompok sama dengan individu,
mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok akan berkembang
melalui empat fase, yaitu: Fase prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja
kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse,
2009).
a. Fase
Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader,
jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang
digunakan. Menurut Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota
kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan
jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk
mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah,
tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).
b. Fase
Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya
kelompok baru, dan peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001)
membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif.
Sementara Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam
tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming.
1) Tahap
orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial
masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan
anggota.
2) Tahap
konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin
perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak
produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
3) Tahap
kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang
informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).
c. Fase
Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok
menjadi stabil dan realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota
kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya
diri dan kemandirian (Yosep, 2007).
d. Fase
Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas
dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan
sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat,
2004).
4. Tujuan
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a. Mengembangkan stimulasi kognitif
·
Tipe :
Biblioterapy
·
Aktifitas : Menggunakan artikel, sajak, puisi,
buku, surat kabar untuk merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain
b. Mengembangkan stimulasi sensoris
·
Tipe : Musik, seni, menari
·
Aktifitas :
Menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan
·
Tipe : Relaksasi
·
Aktifitas : Belajar teknik relaksasi dengan
cara napas dalam, relaksasi otot, dan imajinasi
c. Mengembangkan orientasi realitas
·
Tipe : Kelompok orientasi realitas, kelompok
validasi
·
Aktifitas :
Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang, benar, salah bantu
memenuhi kebutuhan
d. Mengembangkan sosialisasi
·
Tipe : Kelompok remotivasi
·
Aktifitas :
Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi
·
Tipe : Kelompok mengingatkan
·
Aktifitas :
Fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif
5. Macam
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a. Terapi aktifitas kelompok stimulasi
kognitif atau persepsi dilatih mempersepsikan
stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Terapi aktifitas
kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu
klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya
memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptif.
Tujuan :
1) Meningkatkan kemampuan orientasi
realita
2) Meningkatkan kemampuan memusatkan
perhatian
3) Meningkatkan kemampuan intelektual
4) Mengemukakan pendapat dan menerima
pendapat orang lain
5) Mengemukakan perasaanya
Karakteristik :
1) Penderita dengan gangguan persepsi
yang berhubungan dengan nilai-nilai
2) Menarik diri dari realitas
3) Inisiasi atau ide-ide negative
Kondisi fisik sehat, dapat
berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau mengikuti kegiatan
b. Terapi aktifitas kelompok stimulasi
sensori
Aktifitas digunakan untuk memberikan untuk memberikan
stimulasi pada sensasi klien, kemudian diobservasi reaksi sensori klien berupa
ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, ucapan.
Terapi aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita yang
mengalami kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi
penggunaan panca indera dan kemampuan mengekpresikan stimulus baik dari
internal maupun eksternal.
Tujuan :
1) Meningkatkan kemampuan sensori
2) Meningkatkan upaya memusatkan
perhatian
3) Meningkatkan kesegaran jasmani
4) Mengekspresikan perasaan
c. Terapi aktifitas kelompok orientasi
realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitr klien
yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang
dekat dengan klien, lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien dan
waktu saat ini dan yang lalu.
Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah
pendekatan untuk mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas).
Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang menghalami gangguan orientasi terhadap
orang, waktu dan tempat. Teknik yang digunakan meliputi inspirasi represif,
interaksi bebas maupun secara didaktik.
Tujuan :
1) Penderita mampu mengidentifikasi
stimulus internal (fikiran, perasaan, sensasi somatik) dan stimulus eksternal
(iklim, bunyi, situasi alam sekitar)
2) Penderita dapat membedakan antara
lamunan dan kenyataan
3) Pembicaraan penderita sesuai realita
4) Penderita mampu mengenali diri
sendiri
5) Penderita mampu mengenal orang lain,
waktu dan tempat
Karakteristik :
1) Penderita dengan gangguan orientasi
realita (GOR); (halusinasi, ilusi, waham, dan depresonalisasi ) yang sudah
dapat berinteraksi dengan orang lain
2) Penderita dengan GOR terhadap orang,
waktu dan tempat yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain
3) Penderita kooperatif
4) Dapat berkomunikasi verbal dengan
baik
5) Kondisi fisik dalam keadaan sehat
d. Terapi aktifitas kelompok
sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu
yang ada disekitar klien. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan
social. Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :
1) Memantau dan meningkatkan hubungan
interpersonal
2) Memberi tanggapan terhadap orang
lain
3) Mengekspresikan ide dan tukar
persepsi
4) Menerima stimulus eksternal yang
berasal dari lingkungan
Tujuan umum :
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota
kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang
lain, mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.
Tujuan khusus :
1) Penderita mampu menyebutkan
identitasnya
2) Menyebutkan identitas penderita lain
3) Berespon terhadap penderita lain
4) Mengikuti aturan main
5) Mengemukakan pendapat dan
perasaannya
Karakteristik :
1) Penderita kurang berminat atau tidak
ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan ruangan
2) Penderita sering berada ditempat
tidur
3) Penderita menarik diri, kontak
sosial kurang
4) Penderita dengan harga diri rendah
5) Penderita gelisah, curiga, takut dan
cemas
6) Tidak ada inisiatif memulai
pembicaraan, menjawab seperlunya, jawaban sesuai pertanyaan
7) Sudah dapat menerima trust, mau
berinteraksi, sehat fisik
e. Penyaluran energy
Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi
secara kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran energi
seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif dengan tanpa
menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun lingkungan.
Tujuan :
1) Menyalurkan energi; destruktif ke
konstrukstif.
2) Mengekspresikan perasaan
3) Meningkatkan hubungan interpersonal
6. Peran Perawat dalam Terapi Aktivitas
Kelompok
Peran perawat jiwa professional
dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok pada penderita skizofrenia adalah
a.
Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat
harus terlebih dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan
panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat
disusun meliputi: deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan
dan landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi
ruangan serta uraian tugas terapis.
b.
Tugas sebagai leader dan coleader
Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola
komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk
menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan
tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi
aktivitas kelompok.
c.
Tugas sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan
kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota
kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
d. Tugas sebagai observer
Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati
respon penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani
peserta/anggota kelompok yang drop out.
e.
Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan
terapi
Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub
kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau kelompok dan
adanya anggota kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut
tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang
mendasari terapi aktivitas tersebut.
f.
Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang
dapat mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas kelompok. Dari rangkaian
tugas diatas, peranan ahli terapi utamanya adalah sebagai fasilitator. Idealnya
anggota kelompok sendiri adalah sumber primer penyembuhan dan perubahan
Iklim yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli terapi adalah
agen perubahan yang kuat. Ahli terapi lebih dari sekedar ahli yang menerapkan
tehnik; ahli terapi memberikan pengaruh pribadi yang menarik variable tertentu
seperti empati, kehangatan dan rasa hormat (Kaplan & Sadock, 1997).
Sedangkan menurut Depkes RFI 1998, di dalam suatu kelompok,
baik itu kelompok terapeutik atau non terapeutik tokoh pemimpin merupakan
pribadi yang paling penting dalam kelompok. Pemimpin kelompok lebih
mempengaruhi tingkat kecemasan dan pola tingkah laku anggota kelompok jika
dibandingkan dengan anggota kelompok itu sendiri. Karena peranan penting
terapis ini, maka diperlukan latihan dan keahlian yang betul-betul
professional.
Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan bahwa peran perawat
psikiatri dalam terapi aktivits kelompok adalah sebagai leader/co leader,
sebagai observer dan fasilitator serta mengevaluasi hasil yang dicapai dalam
kelompok.
Untuk memperoleh kemampuan sebagai leader/co leader,
observer dan fasilitator dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, perawat juga
perlu mendapat latihan dan keahlian yang professional.
7. Indikasi dan Kontraindikasi Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK)
Adapun indikasi dan kontra indikasi
terapi aktivitas kelompok (Depkes RI (1997) adalah:
a. Semua klien terutama klien
rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas kelompok kecuali mereka yang :
psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic, delusi tak terkontrol, mudah bosan.
b. Ada berbagai persyaratan bagi klien
untuk bisa mengikuti terapi aktifitas kelompok antara lain : sudah ada
observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak terlalu gelisah, agresif dan
inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak
mengganggu terapi aktifitas kelompok.
c. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas
kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan pertimbangan tertentu seperti : tidak
terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen,
tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin
pengelompokan berdasarkan problem yang sama.
8. Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari delapan aspek,
sebagai berikut (Kelliat, 2005) :
a. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok
menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi.
Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah
komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil
yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar
akibbatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,
pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi
dan interaksi yang terjadi (Kelliat, 2005).
c. Lamanya sesi.
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi.
Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali
perminggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan (Kelliat, 2005).
0 komentar:
Posting Komentar