BAB II
PEMBAHASAN
2.1. FRAKTUR
A. Definisi
Ø
Fraktur adalah putusnya kesinambungan tulang
(patah tulang). (Henderson,M.A. ilmu bedah untuk perawat.hal:219)
Ø
Faktur dalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat di absorpsinya.(Smeltzer,Suzanne
C.keperawatan Medikal Bedah.hal:2357).
Ø
Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
(Sylvia,A.Price.Patofisiologi.hal:1183)
Ø
Fraktur
adalah patah tulang yang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau
kecelakaan dan dapat terjadi pada waktu kegiatan biasa atau karena benturan
ringan (Long, B.C, alih bahasa YIAPKP,
1996:356)
B. Klasifikasi Fraktur
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a.
Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur
Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2). Fraktur
Terbuka (Open/Compound), bila terdapat
hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b.
Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan
fraktur.
1). Fraktur
Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru
Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a)
Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b)
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan
dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c)
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks
dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya
dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur
Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur
Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur
Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4). Fraktur
Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur
Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
d.
Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur
Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur
Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur
Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
e.
Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur
Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur
Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a)
Dislokai ad longitudinam cum contractionum
(pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b)
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk
sudut).
c)
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen
saling menjauh).
f.
Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang
berulang-ulang.
g.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan
karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a.
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau
tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau
memar kulit dan jaringan subkutan.
c.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan
kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan
jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
C. Etiologi
Menurut Long, B.C, alih bahasa YIAPKP, ( 1996 :
357), fraktur dapat disebabkan oleh:
Ø
Fraktur dapat terjadi karena benturan dan cedera
(jatuh pada kecelakaan).
Ø
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat
penyakit kanker atau osteoporosis.
Ø
Fraktur terjadi karena letih, patah tulang
karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti karena berjalan kaki
terlalu jauh.
Faktor predisposisi:
Ø
Fraktur sebagai akibat dari kondisi biologi
seperti osteopinia (disebabkan untuk
penggunaan steroid atau penyakit chusing syndrome)
Ø
Osteogenesis yang tidak sempurna
Ø
Neoplasma dapat berperan dalam terjadinya
fraktur
Ø
Pada menopouse estrogen berkurang
Ø
Kekurangan proten sehingga menurunkan massa
tulang.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Brunner & Suddart, alih bahasa Agung
Waluyo. (2001:2158), gejala-gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
fraktur antara lain :
Ø
Nyeri yang terus menerus dan bertambah berat
sampai fragmen tulang diimmobilisasikan.
Ø
Spasme otot merupakan bentuk bidai alamiah untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Ø
Deformitas (perubahan bentuk)
Ø
Krepitasi akibat gesekan anatara fragmen satu
dan yang lainnya, yang dapat diraba atau didengar.
Ø
Pembengkakan dan perubahan warna lokal akibat
trauma dan perdarahan.
E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai
kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor
Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2) Faktor
Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995
)
b. Biologi
penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh
yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan
jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1)
Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma
disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang
yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium
ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2)
Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan
differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang
mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
3)
Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang
kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan
mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel
tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4)
Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut,
anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast
mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini
adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
5)
Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang
yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk
ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae
yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding
yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan
Apley, A.Graham,1993)
F. Pemeriksaan Diagnostik dan Manajemen Medik
Menurut Doengoes, M., alih bahasa Karyasa. I.M.
(2002:762), pemeriksaaan diagnostik yang biasa dilakukan pada pasien dengan
fraktur
a. Pemeriksaan
rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b. Computed
Tomography (CT-SCAN).
Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan panjangnya
patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.
d. Pemeriksaan
darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya
lebih rendah karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma
multiple). Kreatinin (trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal). Profil koagulasi (perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi multipel atau cedera hati).
Menurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah,
(1994:1187), empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani
fraktur :
1. Rekognisi,
menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian dibawa ke
rumah sakit.
2. Reduksi,
reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan letak normal,
usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
3. Retensi,
menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk menahan fragmen-fragmen
tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi,
dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan pengobatan fraktur,
untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.
G. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a.
Kerusakan Arteri
Pecahnya
arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b.
Kompartement Syndrom
Kompartement
Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot,
tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu
karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat
Embolism Syndrom
Fat
Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d. Infeksi
System
pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler
Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN)
terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f.
Shock
Shock terjadi karena
kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi
Dalam Waktu Lama
a. Delayed
Union
Delayed Union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan
fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan
stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :
a.
Traksi
Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan memberikan
beban yang cukup untuk penarikan otot guna meminimalkan spasme otot, mengurangi
dan mempertahankan kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi
deformitas.
b.
Fiksasi interna
Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plate, paku dan pin logam dalam pembedahan yang dilaksanakan dengan teknik
aseptik.
c.
Reduksi terbuka
Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu
dilakukan fiksasi dan pemanjangan tulang yang patah.
d.
Gips
Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester
ovaria, fiber dan plastik.
2.Penatalaksanaan secara umum
a.
Melakukan pemerikasaan terhadap jalan napas (air
way), proses pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi
syok atau tidak.
b.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Waktu
terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai
rumah sakit.
c.
Melakukan foto radiologis.
d.
Pemasangan bidai.
3.Penatalaksanaan
kedaruratan
a.
Mengimobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien
dipindahkan. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lunak oleh fragmen tulang.
b.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah
dapat dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama dengan ekstremitas yang
sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cidera.
c.
Pada cidera ekstremitas atas, lengan dapat
dibebatkan ke dada atau lengan bawah yang cidera digantung pada sling.
0 komentar:
Posting Komentar