BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
KONSEP DASAR
PERILAKU KEKERASAN
1.
Pengertian
Perilaku
kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan
(panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang
sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi yang
lain. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Iyus, 2010).
Agresi
adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku
amuk, permusuhan, dan potensi untuk merusak secara fisik atau dengan kata-kata.
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh
seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik
pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun
nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz. 2000 dalam Iyus, 2010). Suatu keadaan dimana seorang individu
mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri
atau orang lain (Towsend, 1998 dalam Iyus, 2010).
Suatu
keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah.
Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian
penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke
dalam diri atau secara destruktif. Suatu keadaan dimana klien mengalami
perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain
dan barang-barang (Maramis, 2004). Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu
keadaan terhadap stressor yang dihadapi seseorang dengan melakukan tindakan
yang dapat membahayakan atau melukai secara fisik dengan gerakan motorik yang
tidak terkontrol maupun psikologis terhadap diri sendiri maupun lingkungan
termasuk orang lain dan barang-barang yang ditunjukkan dengan perilaku aktual.
2.
Proses Terjadi
Masalah
a.
Faktor
Predisposisi
1)
Teori Biologik
a)
Neurologic factor, beragam komponen dari sisten syaraf seperti synap, neurotransmitter, dendrit, axon
terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan
pesan-pesan yang akan memengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b)
Genetic factor,
adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang
tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut
penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni
pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif.
c)
Cyrcardian Rhytm
(irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut penelitian
pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja
dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu
orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
d)
Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di
otak (epinephrin, norepinephrin, dopamin,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya
melalui serabut efferent. Peningkatan
hormon androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal
vertebra dan dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
e)
Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik,
tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2)
Teori Psikologik
a)
Teori
Psikoanalisa;
Agresivitas dan
kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Teori ini
menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannyadan rendahnya
harga diri pelaku tindak kekerasan.
b)
Imitation, modeling, and information processing
theory;
Menurut teori
ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir
kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada
boneka dengan reward positif (makin
keras pukulannya akan diberi cokelat), anak lain menonton tayangan cara
mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah
cokelat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing
anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c)
Learning theory;
Perilaku
kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia
mengamati bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan dan bagaimana respons
ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar
menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan
patut untuk diperhitungkan.
3)
Teori
Sosiokultural
Dalam budaya
tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau
di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan secara
tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol
masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai
cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi,
film-film kekerasan, mistik, tahayul, dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi.
4)
Aspek
Religiusitas
Dalam tinjauan
religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan dan bisikan syetan
yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan
melalui pembuluh darah ke jantung, otak, dan organ vital manusia lain yang
dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan
harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super
ego).
b.
Faktor
Presipitasi
Faktor-faktor
yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan:
1)
Ekspresi diri,
ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam seebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal, dan sebagainya.
2)
Ekspresi dari
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3)
Kesulitan dalam
mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4)
Ketidaksiapan
seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5)
Adanya riwayat
perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6)
Kematian anggota
keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan,
atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
3.
Rentang Respon
Perilaku
kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan”.
Rentang respons kemarahan individu dimulai dari respons normal (asertif) sampai
pada respons sangat tidak normal (maladaptif).
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
Asertif
|
Frustasi
|
Pasif
|
Agresif
|
Kekerasan
|
Klien mampu mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan
|
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan/
saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif
|
Klien merasa tidak dapat mengungkapkan
perasaannya, tidak berdaya, dan menyerah
|
Klien mengekspresikan secara fisik,
tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman
|
Perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan
|
4.
Tanda dan Gejala
Perawat dapat
mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
a.
Fisik
1)
Muka/ wajah
merah dan tegang
2)
Mata melotot/
pandangan tajam
3)
Tangan mengepal
4)
Rahang mengatup
kuat
5)
Postur tubuh
kaku
6)
Jalan mondar
mandir
b.
Verbal
1)
Bicara kasar
2)
Suara tinggi,
membentak atau berteriak
3)
Mengancam secara
verbal atau fisik
4)
Mengumpat dengan
kata-kata kotor
5)
Suara keras
6)
Ketus
c.
Perilaku
1)
Melempar atau
memukul benda/ orang lain
2)
Menyerang orang
lain
3)
Melukai diri
sendiri/ orang lain
4)
Merusak
lingkungan
5)
Amuk/ agresif
d.
Emosi
Tidak adekuat,
tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e.
Intelektual
Mendominasi,
cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f.
Spiritual
Merasa diri
berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak peduli, dan kasar.
g.
Sosial
Menarik diri,
pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h.
Perhatian
Bolos, mencuri,
melarikan diri, penyimpangan seksual.
5.
Pohon Masalah
Stuart dan
Sundeen (1997) mengidentifikasi pohon masalah perilaku kekerasan sebagai
berikut:
Isolasi sosial
|
Perubahan persepsi sensori:
Halusinasi
|
Risiko tinggi menciderai
orang lain
|
Perilaku kekerasan
|
Gangguan harga diri kronis
|
Berduka disfungsional
|
Koping keluarga tidak
efektif
|
Inefektif proses terapi
|
6.
Masalah
Keperawatan
a.
Perilaku
kekerasan
b.
Risiko
menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c.
Perubahan persepsi
sensori: Halusinasi
d.
Harga diri
rendah kronis
e.
Isolasi sosial
f.
Berduka
disfungsional
g.
Inefektif proses
terapi
h.
Koping keluarga
inefektif
7.
Tindakan
Keperawatan terhadap Pasien dan Keluarga
Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Perilaku Kekerasan
Tgl
|
Dx
Keperawatan
|
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Kriteria
Evaluasi
|
Intervensi
|
||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
Perilaku Kekerasan
|
Pasien mampu:
·
Mengidentifikasi
penyebab dan tanda perilaku kekerasan
·
Menyebutkan
jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
·
Menyebutkan
akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
·
Menyebutkan
cara mengontrol perilaku kekerasan
·
Mengontrol
perilaku kekerasannya secara:
1.
Fisik
2.
Sosial/
verbal
3.
Spiritual
4.
Terapi
psikofarmaka (patuh obat)
|
Setelah ... pertemuan, pasien
mampu:
·
Menyebutkan
penyebab, tanda, gejala, dan akibat perilaku kekerasan
·
Memperagakan
cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasan
|
SP. 1 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Identifikasi
penyebab, tanda, dan gejala serta akibat perilaku kekerasan
·
Latih
cara fisik 1:
ü
Tarik
nafas dalam
·
Masukkan
dalam jadwal harian pasien
|
|
Setelah ... pertemuan pasien
mampu:
·
Menyebutkan
kegiatan` yang sudah dilakukan
·
Memperagakan
cara fisik untuk mengontrol perilaku kekerasan
|
SP. 2 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP. 1)
·
Latih
cara fisik 2:
ü
Pukul
kasur/ bantal
·
Masukkan
dalam jadwal harian pasien
|
||
|
Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·
Menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan
·
Memperagakan
cara sosial/ verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan
|
SP. 3 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP. 1 dan 2)
·
Latih
cara sosial/ verbal:
ü
Menolak
dengan baik
ü
Meminta
dengan baik
ü
Mengungkapkan
dengan baik
·
Masukkan
dalam jadwal harian pasien
|
||
|
Setelah ... pertemuan pasien
mampu:
·
Menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan
·
Memperagakan
cara spiritual
|
SP. 4 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP. 1, 2, dan 3)
·
Latih
secara spiritual:
ü
Berdo’a
ü
Sholat
·
Masukkan
dalam jadwal harian pasien
|
||
|
Setelah ... pertemuan pasien
mampu:
·
Menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan
·
Memperagakan
cara patuh obat
|
SP. 5 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP. 1, 2, 3, dan 4)
·
Latih
patuh obat:
ü
Minum
obat secara teratur dengan prinsip 5B
ü
Susun
jadwal minum obat secara teratur
·
Masukkan
dalam jadwal harian pasien
|
||
|
|
Keluarga mampu: merawat pasien
di rumah
|
Setelah ... pertemuan keluarga mampu:
·
Menjelaskan penyebab, tanda/ gejala, akibat, serta
mampu memperagakan cara merawat
|
SP. 1 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
·
Jelaskan tentang perilaku kekerasan dari:
ü Penyebab
ü Akibat
ü Cara merawat
·
Latih 2 cara merawat
·
RTL keluarga/ jadwal untuk merawat pasien
|
|
Setelah
… pertemuan keluarga mampu:
·
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu
merawat serta dapat membuat RTL
|
SP. 2 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Evaluasi SP. 1
·
Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien
·
Latih langsung ke pasien
·
RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
|
||
|
Setelah
… pertemuan keluarga mampu:
·
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu
merawat serta dapat membuat RTL
|
SP. 3 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Evaluasi SP. 1 dan 2
·
Latih langsung ke pasien
·
RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
|
||
|
Setelah
… pertemuan keluarga mampu:
·
Melakukan Follow up dan rujukan serta mampu
menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
|
SP. 4 (Tgl ... ... ... ... ...)
·
Evaluasi SP. 1, 2, dan 3
·
Latih langsung ke pasien
·
RTL keluarga:
ü
Follow Up
ü
Rujukan
|
0 komentar:
Posting Komentar