BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. KONSEP ANEMIA
1. Pengertian
Anemia
Anemia atau kurang darah adalah
kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia (dalam
bahasa Yunani: Tanpa
darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel
darah merah berada di bawah normal.
Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal eritrosit,
kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per
100 ml darah. Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan
atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008).
Anemia
Gizi adalah
kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan karena kekurangan
zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb.Anemia terjadi karena kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah merah sangat kurang. Di Indonesia sebagian besar
anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut Anemia
Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.
2. Penyebab
Anemia
Menurut Tarwoto,
dkk (2010) adalah:
a. Pada
umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih banyak mengkonsumsi
makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan dengan makanan
hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi
b. Remaja
putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan
c.
Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg
yang diekskresi, khusunya melalui feses (tinja)
d. Remaja
putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi ±1,3 mg per
hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria.
Selain
itu, disebabkan pula oleh:
a. Hemolisis
(eritrosit mudah rusak)
b. Perdarahan
c. Penekanan
sumsum tulang (misalnya, kanker)
d. Defisiensi
nutrisi (anemia gizi), termasuk kekurangan zat besi, asam folat, piridoksin,
vitamin C.
3. Tanda
dan Gejala Anemia
Berikut adalah beberapa tanda yang
menunjukkan bahwa Anda mengalami anemia, seperti dilansir Boldsky:
a. Kelopak Mata Pucat. Sangat mudah untuk mendeteksi anemia dengan melihat
mata. Ketika Anda meregangkan kelopak mata dan memperhatikan bagian bawah mata.
Anda akan melihat bahwa bagian dalam kelopak mata berwarna pucat.
b. Sering Kelelahan. Jika Anda merasa lelah sepanjang waktu selama satu
bulan atau lebih, bisa jadi Anda memiliki jumlah sel darah merah yang rendah.
Pasokan energi tubuh sangat bergantung pada oksidasi dan sel darah merah
Semakin rendah sel darah merah, tingkat oksidasi dalam tubuh ikut berkurang.
c. Sering Mual. Mereka yang menderita anemia seringkali mengalami
gejala morning sickness atau mual segera setelah mereka bangun dari tempat
tidur.
d. Sakit kepala. Orang yang mengalami anemia sering
mengeluh sakit kepala secara terus-menerus. Kekurangan darah merah membuat otak
kekurangan oksigen. Hal ini sering menyebabkan sakit kepala.
e. Ujung Jari Pucat. Ketika Anda menekan ujung jari, daerah itu akan
berubah jadi merah. Tetapi, jika Anda mengalami anemia, ujung jari Anda akan
menjadi putih atau pucat.
f. Sesak napas. Jumlah darah yang rendah menurunkan tingkat oksigen
dalam tubuh. Hal ini membuat penderita anemia sering merasa sesak napas atau
sering terengah-engah ketika melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan.
g. Denyut Jantung Tidak
Teratur. Palpitasi
adalah istilah medis untuk denyut jantung tidak
teratur, terlalu kuat atau memiliki kecepatan abnormal. Ketika tubuh mengalami
kekurangan oksigen, denyut jantung meningkat. Hal ini menyebabkan jantung
berdebar tidak teratur dan cepat.
h. Wajah Pucat. Jika Anda mengalami anemia, wajah Anda akan terlihat
pucat. Kulit juga akan menjadi putih kekuningan.
i.
Rambut rontok. Rambut
rontok bisa menjadi gejala anemia. Ketika kulit kepala tidak mendapatkan
makanan yang cukup dari tubuh, Anda akan mengalami penipisan rambut dengan
cepat.
j.
Menurunnya Kekebalan Tubuh. Ketika
tubuh Anda memiliki energi yang sangat sedikit, kekebalan atau kemampuan tubuh
untuk melawan penyakit ikut menurun. Anda akan mudah jatuh sakit atau
kelelahan.
4. Dampak
Anemia
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), dampak anemia pada remaja
putri ialah:
a. Menurunkan
kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Mengganggu
pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
c. Menurunkan
kemampuan fisik olahragawati.
d. Mengakibatkan
muka pucat.
Menurut Moore (1997) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010)
dampak anemia pada remaja adalah:
a. Menurunnya
produktivitas ataupun kemampuan akademis di sekolah, karena tidak adanya gairah
belajar dan konsentrasi
b. Mengganggu
pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna
c. Daya
tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang penyakit.
d. Menurunnya
produksi energi dan akumulasi laktat dalam otot
5. Pencegahan
Anemia
Banyak jenis anemia tidak dapat
dicegah. Tapi anda dapat membantu menghindari iron deficiency anemia dan
vitamin deficiency anemias dengan makanan sehat yang mengandung:
a. Zat besi. Dapat ditemukan pada daging. Jenis lain adalah kacang, sayuran berwana
hijau gelap, buah yang dikeringkan, dan lain-lain.
b. Folat. Dapat ditemukan pada jeruk, pisang, sayuran berwarna hijau gelap, kacang-kavangan,
sereal dan pasta.
c. Vitamin B-12. Vitamin ini banyak terdapat pada daging dan susu.
d. Vitamin C. Vitamin C membantu
penyerapan zat besi. Makanan yang mengandung
vitamin C antara lain jeruk, melon dan buah beri.
e. Skrining
anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan untuk
skrining anemia defisiensi besi.
Makanan yang mengandung zat besi
penting untuk mereka yang membutuhkan zat besi tinggi seperti pada anak-anak,
wanita menstruasi dan wanita hamil. Zat besi yang cukup juga penting untuk
bayi, vegetarian dan atlet.
B. KONSEP REMAJA
1. Definisi
Remaja
Remaja
atau “adolesence” (Inggris), berasal dari bahasa latin “adolescere” yamg
berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya
kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Menurut
Santrock (1993) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010) remaja didefinisikan
sebagai periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa,
yang mencakup aspek biologi, kognitif, dan perubahan sosial yang berlangsung
antara usia 10-19 tahun.
DeBrun
(dalam Rice, 1990) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010) mendefinisikan remaja
sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa
sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja
terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan
dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan
dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan
proses pembentukan orientasi masa depan.
2. Pembatasan
Usia Remaja
Lazimnya masa
remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir
saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut Harlock secara umum masa
remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu remaja awal dan remaja akhir. Garis
pemisah antara awal masa remaja dan akhir masa remaja terletak kira-kira di
sekitar usia tujuh belas tahun. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari
tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas
tahun. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode tersingkat.
Tak jauh berbeda
dengan itu Santrock mengatakan, bahwa perkembangan masa remaja secara global
berlangsung antara umur 10-19 tahun, dengan pembagian 10-14 tahun masa remaja
awal, 14-17 tahun masa remaja pertengahan, 17-19 tahun masa remaja akhir.
Sedangkan pada umumnya masa pubertas terjadi antara 12-16 tahun pada anak
laki-laki dan 11-15 tahun pada anak perempuan (Monks dan Knoers, 2002). Batasan
usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah
antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
3. Perkembangan
Masa Remaja
Menurut Widyastuti (2009) berdasarkan sifat atau ciri-ciri
perkembangan masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap, yaitu:
a. Masa
Remaja Awal (10-12 tahun)
1) Tampak
dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
2) Tampak
dan merasa ingin bebas.
3) Tampak
dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang
khayal (abstrak).
b. Masa
Remaja Tengah (13-15 tahun)
1) Tampak
dan merasa ingin mencari identitas diri.
2) Ada
keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis.
3) Timbul
perasaan cinta yang mendalam.
4) Kemampuan
berpikir abstrak (mengkhayal) makin berkembang.
5) Berkhayal
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seks.
c. Masa
Remaja Akhir (16-19 tahun)
1) Menampakkan
pengungkapan kebebasan diri.
2) Dalam
mencari teman sebaya lebih selektif.
3) Memiliki
citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
4) Dapat
mewujudkan perasaan cinta.
5) Memiliki
kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
4. Nutrisi
Pada Remaja
Nutrisi pada masa remaja hendaknya dapat memenuhi beberapa hal di bawah
ini:
- Mengandung nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif serta maturasi seksual.
- Memberikan cukup cadangan bila sakit atau hamil.
- Mencegah awitan penyakit terkait makanan seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, osteoporosis dan kanker.
- Mendorong kebiasaan makan dan gaya hidup sehat.
Pada remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik pesat serta
perkembangan dan maturasi seksual, pemenuhan kebutuhan nutrisi merupakan hal
yang mutlak dan hakiki. Defisiensi energi dan nutrien yang terjadi pada masa
ini dapat berdampak negatif yang dapat melanjut sampai dewasa. Kebutuhan
nutrisi remaja dibahas berikut ini:
Energi
Kebutuhan
energi remaja dipengaruhi oleh aktivitas, metabolisme basal dan peningkatan
kebutuhan untuk menunjang percepatan tumbuh-kembang masa remaja. Metabolisme
basal (MB) sangat berhubungan erat dengan jumlah massa tubuh tanpa lemak (lean
body mass) sehingga MB pada lelaki lebih tinggi daripada perempuan yang
komposisi tubuhnya mengandung lemak lebih banyak. Karena usia saat terjadinya
percepatan tumbuh sangat bervariasi, maka perhitungan kebutuhan energi
berdasarkan tinggi badan (TB) akan lebih sesuai.
Percepatan
tumbuh pada remaja sangat rentan terhadap kekurangan energi dan nutrien
sehingga kekurangan energi dan nutrien kronik pada masa ini dapat berakibat
terjadinya keterlambatan pubertas dan atau hambatan pertumbuhan.
Protein
Kebutuhan
protein pada remaja ditentukan oleh jumlah protein untuk rumatan masa tubuh
tanpa lemak dan jumlah protein yang dibutuhkan untuk peningkatan massa tubuh
tanpa lemak selama percepatan tumbuh. Kebutuhan protein tertinggi pada saat
puncak percepatan tinggi terjadi (perempuan 11-14 tahun, lelaki 15-18 tahun)
dan kekurangan asupan protein secara konsisten pada masa ini dapat berakibat
pertumbuhan linear berkurang, keterlambatan maturasi seksual serta berkurangnya
akumulasi massa tubuh tanpa lemak.
Karbohidrat
Karbohidrat
merupakan sumber energi utama dalam makanan, selain juga sebagai sumber serat
makanan. Jumlah yang dianjurkan adalah 50% atau lebih dari energi total serta
tidak lebih dari 10-25% berasal dari karbohidrat sederhana seperti sukrosa atau
fruktosa.
Di Amerika
Serikat, konsumsi minuman ringan (soft drinks) memasok lebih dari 12% kalori
yang berasal dari karbohidrat dan konsumsinya meningkat 3 kali lipat pada dua
dekade terakhir ini. Penelitian Josep di Jakarta (2010) pada remaja siswa SMP
didapatkan bahwa siswa yang mengonsumsi minuman bersoda 3-4 kali per minggu
berisiko untuk terjadi gizi lebih.
Lemak
Tubuh
manusia memerlukan lemak dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal. Pedoman makanan di berbagai negara termasuk Indonesia
(gizi seimbang), menganjurkan konsumsi lemak tidak lebih dari 30% dari energi
total dan tidak lebih dari 10% berasal dari lemak jenuh. Sumber utama lemak dan
lemak jenuh adalah susu, daging (berlemak), keju, mentega / margarin, dan
makanan seperti cake, donat, kue sejenis dan es krim, dan lain-lain.
Mineral
Kalsium
(Ca). Kebutuhan kalsium pada masa remaja merupakan yang tertinggi dalam kurun
waktu kehidupan karena remaja mengalami pertumbuhan skeletal yang dramatis.
Sekitar 45% dari puncak pembentukan massa tulang berlangsung pada masa remaja,
sehingga kecukupan asupan kalsium menjadi sangat penting untuk kepadatan masa
tulang serta mencegah risiko fraktur dan osteoporosis. Pada usia 17 tahun,
remaja telah mencapai hampir 90% dari masa tulang dewasa, sehingga masa remaja
merupakan peluang (window of opportunity) untuk perkembangan optimal tulang dan
kesehatan masa depan.
Angka
kecukupan asupan kalsium yang dianjurkan untuk kelompok remaja adalah 1.300 mg
per hari. Susu merupakan sumber kalsium terbaik, disusul keju, es krim, yogurt.
Kini banyak makanan dan minuman yang difortifikasi dengan kalsium yang setara
dengan kandungan kalsium pada susu (300mg per saji). Terdapat pula kalsium
dalam bentuk sediaan farmasi (dalam bentuk karbonat, sitrat, laktat atau
fosfat) dengan absorpsi sekitar 25-35%. Preparat kalsium akan diabsorpsi lebih
efisien bila dikonsumsi bersama makanan dengan dosis tidak lebih dari 500 mg.
Zat besi
(Fe). Seperti halnya kalsium, kebutuhan zat besi pada remaja baik perempuan
maupun lelaki meningkat sejalan dengan cepatnya pertumbuhan dan bertambahnya
massa otot dan volume darah. Pada remaja perempuan kebutuhan lebih banyak
dengan adanya menstruasi. Kebutuhan pada remaja lelaki 10-12 mg/hari dan
perempuan 15 mg/hari. Besi dalam bentuk ‘heme’ yang terdapat pada sumber hewani
lebih mudah diserap dibanding besi non-heme yang terdapat pada biji-bijian atau
sayuran.
Seng (Zn). Seng
berperan sebagai metalo-enzyme pada proses metabolisme serta penting pada
pembentukan protein dan ekspresi gen. Konsumsi seng yang adekuat penting untuk
proses percepatan tumbuh dan maturasi seksual. Seperti halnya dengan kekurangan
energi dan protein, kekurangan seng dapat mengakibatkan hambatan pada
pertumbuhan dan kematangan seksual. Daging merah, kerang dan biji-bijian utuh
merupakan sumber seng yang baik.
Vitamin
Vitamin A.
Selain penting untuk fungsi penglihatan, vitamin A juga diperlukan untuk
pertumbuhan, reproduksi dan fungsi imunologik. Kekurangan vitamin A awal
ditandai dengan adanya buta senja. Sumber vitamin A utama : serealia siap saji,
susu, wortel, margarin dan keju. Sumber β- karoten sebagai pro-vitamin A yang
sering dikonsumsi remaja berupa wortel, tomat, bayam dan sayuran hijau lain,
ubi jalar merah dan susu.
Vitamin E.
Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang penting pada remaja karena pesatnya
pertumbuhan. Meningkatnya konsumsi makanan yang mengandung vitamin E merupakan
tantangan karena makanan sumber vitamin E umumnya mengandung lemak tinggi.
Vitamin C .
Keterlibatannya dalam pembentukan kolagen dan jaringan ikat menyebabkan vitamin
ini menjadi penting pada masa percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Status
vitamin C pada remaja perokok lebih rendah walaupun telah mengonsumsinya dalam
jumlah cukup dikarenakan stres oksidatif sehingga mereka memerlukan tambahan
vitamin C hingga 35 mg per hari.
Folat. Folat
berperan pada sintesis DNA, RNA dan protein sehingga kebutuhan folat meningkat
pada masa remaja. Kekurangan folat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik
dan kecukupan folat pada masa sebelum dan selama kehamilan dapat mengurangi
kejadian spina bifida pada bayi.
Lain-lain
Serat
(fiber). Serat makanan penting untuk menjaga fungsi normal usus dan mungkin
berperan dalam pencegahan penyakit kronik seperti kanker, penyakit jantung
koroner dan diabetes mellitus tipe-2. Asupan serat yang cukup juga diduga dapat
menurunkan kadar kolesterol darah, menjaga kadar gula darah dan mengurangi
risiko terjadinya obesitas. Kebutuhan serat per hari dapat dihitung dengan
rumus : ( umur + 5 ) gram dengan batas atas sebesar ( umur + 10 ) gram.
5. Masalah
Nutrisi Pada Remaja
Masalah nutrisi utama pada remaja
adalah defisiensi mikronutrien, khususnya anemia defisiensi zat besi, serta
masalah malnutrisi, baik gizi kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih
sampai obesitas dengan ko-morbiditasnya yang keduanya seringkali berkaitan
dengan perilaku makan salah dan gaya hidup. Laporan hasil beberapa penelitian
di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kebanyakan remaja kekurangan vitamin dan
mineral dalam makanannya antara lain folat, vitamin A dan E, Fe, Zn, Mg,
kalsium, dan serat. Hal ini lebih nyata pada perempuan dibanding lelaki, tetapi
sebaliknya tentang asupan makanan yang berlebih (lemak total, lemak jenuh,
kolesterol, garam dan gula) terjadi lebih banyak pada lelaki daripada
perempuan. Isu masalah nutrisi pada
remaja:
- Defisiensi
besi, anemia defisiensi besi dan defisiensi mikronutrien lain.
Anemia merupakan masalah nutrisi utama pada remaja dan umumnya pola makan salah sebagai penyebabnya di samping infeksi dan menstruasi. Prevalensi anemia pada remaja cukup tinggi. Sukarjo dkk di Jawa Timur (2001) mendapatkan prevalensi sebesar 25.8% pada remaja perempuan dan 12.1% pada remaja lelaki usia 12-15 tahun, sedangkan laporan Sunarno dan Untoro (2002) pada SKRT 1995 menunjukkan angka 45.8% dan 57.1% masing-masing pada anak sekolah lelaki dan perempuan usia 10-14 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan defisiensi besi dengan gangguan proses kognitif yang membaik setelah mendapat suplementasi zat besi. - Gizi kurang dan perawakan pendek
Perawakan
pendek pada remaja seringkali ditemukan pada populasi dengan kejadian
malnutrisi tinggi, prevalensi berkisar antara 27 – 65% pada 11 studi oleh ICRW
(International Centre for Research on Women). Gizi kurang kronik yang
mengakibatkan perawakan pendek merupakan penyebab terjadinya hambatan
pertumbuhan dan maturasi, memperbesar risiko obstetrik, dan berkurangnya
kapasitas kerja.
- Obesitas
Obesitas pada masa remaja cenderung menetap hingga dewasa dan makin lama obesitas berlangsung makin besar korelasinya dengan mortalitas dan morbiditas. Obesitas sentral (rasio lingkar pinggang dengan panggul) terbukti berkorelasi terbalik dengan profil lipid padal penelitian longitudinal Bogalusa. Obesitas juga menimbulkan masalah besar kesehatan dan sosial, dan pengobatan tidak saja memerlukan biaya tinggi tetapi seringkali juga tidak efektif. Karenanya pencegahan obesitas menjadi sangat penting dan remaja merupakan target utama. - Perilaku dan pola makan remaja.
Pola makan
remaja seringkali tidak menentu yang merupakan risiko terjadinya masalah
nutrisi. Bila tidak ada masalah ekonomi ataupun keterbatasan pangan, maka
faktor psiko-sosial merupakan penentu dalam memilih makanan. Gambaran khas pada
remaja yaitu : pencarian identitas, upaya untuk ketidaktergantungan dan
diterima lingkungannya, kepedulian akan penampilan, rentan terhadap masalah
komersial dan tekanan dari teman sekelompok (peer group) serta kurang peduli
akan masalah kesehatan, akan mendorong remaja kepada pola makan yang tidak menentu
tersebut. Kebiasaan makan yang sering terlihat pada remaja antara lain ngemil
(biasanya makanan padat kalori), melewatkan waktu makan terutama sarapan pagi,
waktu makan tidak teratur, sering makan fast foods, jarang mengonsumsi sayur
dan buah ataupun produk peternakan (dairy foods) serta diet yang salah pada
remaja perempuan. Hal tersebut dapt mengakibatkan asupan makanan tidak sesuai
kebutuhan dan gizi seimbang dengan akibatnya terjadi gizi kurang atau malahan
sebaliknya asupan makanan berlebihan menjadi obesitas. Remaja perempuan
cenderung pada asupan makanan yang kurang, terlebih bila terjadi kehamilan.
Di negara berkembang, sering terjadi gangguan perilaku makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia terutama pada perempuan yang berkorelasi dengan body image yang negatif. Karenanya penting membangun body image dan self esteem yang positif pada remaja dalam upaya promosi kesehatan dan gizi serta pencegahan obesitas.
Di negara berkembang, sering terjadi gangguan perilaku makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia terutama pada perempuan yang berkorelasi dengan body image yang negatif. Karenanya penting membangun body image dan self esteem yang positif pada remaja dalam upaya promosi kesehatan dan gizi serta pencegahan obesitas.
C.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
0 komentar:
Posting Komentar