BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. KONSEP
LANSIA
1. Definisi
Lansia
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia
adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang
lain (Wahyudi, 2000). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai
suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan
proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). Usia lanjut
adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).
Menua secara normal dari system saraf
didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat
bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual
dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra
Utama,1995). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua
merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak
lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).
2. Batasan
Lansia
Menurut WHO, batasan lansia
meliputi:
a.
Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara
45-59 tahun
b.
Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
c.
Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
d.
Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun
keatas
Menurut Dra. Jos Masdani (psikolog UI) mengatakan lanjut usia merupakan
kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:
a.
Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
b.
Verilitia antara 40 dan 50 tahun
c.
Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
d.
Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia
3. Tipe-Tipe
Lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat
beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Menurut
Nugroho W (2000) adalah:
a.
Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
b.
Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap
pekerjaan, mempunyai kegiatan.
c.
Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin,
menentang proses penuaan yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, jabatan, teman.
d.
Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu
nasib baik.
e.
Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, minder, pasif, dan kaget.
4. Teori-Teori
Proses Penuaan
a. Teori
Biologi
1) Teori
genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara
genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang terprogramoleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel
pada saatnya akan mengalami mutasi.
2) Teori
radikal bebas
Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan
oksidasi-oksidasi bahan organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
3) Teori
autoimun
Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan
gangguan pada keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang
telah menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi untuk membentuk
antibody yang menghancurkan sel tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut
sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh tidak mampu melawan organisme pathogen
yang masuk kedalam tubuh.Teori meyakini menua terjadi berhubungan dengan
peningkatan produk autoantibodi.
4) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan
lingkungan internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
5) Teori
telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah.
Setiap pembelaan akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya
saat memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat
telomer itu memendek dan akhirnya tidak mampu membelah lagi.
6) Teori
apoptosis
Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic)
sel jika lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini
diperlukan pada perkembangan persarapan dan juga diperlukan untuk merusak
sistem program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini lingkumgan yang berubah,
termasuk didalamnya oleh karna stres dan hormon tubuh yang berkurang
konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai organ tubuh.
b. Teori
Kejiwaan Sosial
1) Aktifitas
atau kegiatan (Activity theory)
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut bnyak kegiatan social.
2) Keperibadian
lanjut (Continuity theory)
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality yang
dimilikinya.
3) Teori
pembebasan (Disengagement theory)
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri
dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.
c. Teori
Lingkungan
1)
Exposure theory: Paparan sinar matahari dapat
mengakibatkat percepatan proses penuaan.
2)
Radiasi theory: Radiasi sinar y, sinar xdan
ultrafiolet dari alat-alat medis memudahkan sel mengalami denaturasi protein
dan mutasi DNA.
3)
Polution theory: Udara, air dan tanah yang tercemar
polusi mengandung subtansi kimia, yang mempengaruhi kondisi epigenetik yang
dpat mempercepat proses penuaan.
4)
Stress theory: Stres fisik maupun psikis meningkatkan
kadar kortisol dalam darah. Kondisi stres yang terus menerus dapat mempercepat
proses penuaan.
5. Perubahan
Yang Terjadi Pada Lansia
Banyak kemampuan berkurang pada saat
orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan
dengan makin bertambahnya umur.
Menurut Nugroho (2000) perubahan
yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
a. Perubahan
Fisik
1)
Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar,
berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot,
ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2)
Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan
menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya
syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh
terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
3)
Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa
lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis,
daya membedakan warna menurun.
4)
Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama
pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi
menyebabkan otosklerosis.
5)
Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan
jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah
meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole
normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
6)
Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja
sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain:
Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7)
Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu
meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan
kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2
arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
8)
Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap
menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu
pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi
absorbsi menurun.
9)
Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan
kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering
terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun
dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks
sekunder.
10) Sistem
Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH,
LH), penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan
testoteron.
11) Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan
proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel
epidermis.
12) Sistem
Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan
dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan
mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot
mudah kram dan tremor.
b. Perubahan
Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan mental adalah:
1) Perubahan fisik.
2) Kesehatan
umum.
3) Tingkat
pendidikan.
4) Hereditas.
5) Lingkungan.
6) Perubahan
kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
7) Kenangan,
kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
8) Kenangan
lama tidak berubah.
9) Tidak
berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan
Psikososial
1)
Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang
menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering
bingung panic dan depresif.
2)
Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan
fisik dan sosioekonomi.
3)
Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang,
kehilangan status, teman atau relasi
4)
Sadar akan datangnya kematian.
5)
Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6)
Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7)
Penyakit kronis.
8)
Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
9)
Gangguan syaraf panca indra.
10) Gizi
11) Kehilangan
teman dan keluarga.
12) Berkurangnya
kekuatan fisik.
Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada tiga yaitu
perubahan biologis, psikologis, sosiologis.
a.
Perubahan biologis meliputi :
1)
Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah
mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan
mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap.
2)
Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia
lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam
folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan
kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran
terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
3)
Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal
mengakibatkan ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan
gizi pada usia lanjut.
4)
Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada
saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia
lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar
yang dapat menyebabkan wasir .
5)
Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia
lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat
mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.
6)
Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak
yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses
informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan
melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana
mengatur sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.
7)
Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan
air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran
nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
8)
Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah
satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia
lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan
dehidrasi.
b.
Kemunduran psikologis
Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan
untuk mengadakan penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya
antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.
c.
Kemunduran sosiologi
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social
seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan
status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu
dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek
social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat
mempersiapkan diri sebaik mungkin.
6. Perawatan
Lansia
Perawatan pada lansia dapat
dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu:
a. Pendekatan
Psikis
Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif
yang berperan sebagai support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.
b. Pendekatan
Sosial
Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta
bercerita, memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia,
rekreasi, menonton televise, perawat harus mengadakan kontak sesama mereka,
menanamkan rasa persaudaraan.
c. Pendekatan
Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia
dalam keadaan sakit.
B. KONSEP
HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi
Hipertensi atau
penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Tubuh akan bereaksi
lapar yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap,
timbullah gejala yang disebut sebagai penyakit tekanan darah tinggi
(Vitahealth, 2006). Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi
apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Corwin, 2009).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin
(Marliani, 2007). Hipertensi
dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
2. Etiologi
Hipertensi
Beberapa penyebab
yang membuat tekanan darah berada di atas 140/90 mmHg atau kondisi hipertensi
dilihat dari jenis hipertensi:
a. Hipertensi
Primer
Hipertensi primer adalah hipertensi
esensial atau hipertensi yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor
yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya:
1) Genetik;
individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, berisiko lebih
tinggi untuk mendapatkan penyakit ini dibanding mereka yang tidak.
2) Jenis
kelamin dan usia; laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca menopause
berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
3) Diet;
konsumsi diet tinggi garam atau kandungan lemak, secara langsung berkaitan
dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
4) Berat
badan obesitas (25% lebih berat di atas berat badan ideal).
5) Gaya
hidup merokok dan konsumsi alkohol.
b. Hipertensi
Sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis
hipertensi yang penyebabnya diketahui. Beberapa gejala atau penyakit yang
menyebabkanhipertensi jenis ini antara lain:
1) Coarctation aorta,
yaitu penyempitan aorta congenital
2) Penyakit
parenkim dan vaskular ginjal
3) Penggunaan
kontrasepsi hormonal (estrogen)
4) Gangguan
endokrin
5) Kegemukan
(obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga)
6) Stres
7) Kehamilan
8) Luka
bakar
9) Penimngkatan
volume intravaskular
10) Merokok.
(Ardiansyah,
2012)
3. Klasifikasi
Hipertensi
Klasifikasi
hipertensi pada pasien berusia ≥ 18 tahun oleh The Joint Nasional Committee on
Detection , Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1998) adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Klasifikasi
Hipertensi Menurut JNC (1998)
Kategori
|
TDD
(mmHg)
|
TDS
(mmHg)
|
Normal
|
<
85
|
<
130
|
Normal
tinggi
|
85-89
|
130-139
|
Hipertensi:
|
||
Tinggi
1 (ringan)
|
90-99
|
140-159
|
Tinggi
2 (sedang)
|
100-109
|
160-179
|
Tinggi
3 (berat)
|
110-119
|
180-210
|
Tinggi
4 (sangat berat)
|
≥
120
|
≥
210
|
Keterangan: Tekanan Darah Diastolik (TDD) dan Tekanan Darah Sistolik
(TDS)
4. Patofisiologi
Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi
dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Rohaendi, 2008).
5. Manifestasi
Klinis Hipertensi
Sebagian
manifestasi klinis timbul setelah penderita mengalami hipertensi selama
bertahun-tahun. Gejalanya berupa:
a. Nyeri
kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan
tekanan darah interkranium.
b. Penglihatan
kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak dari hipertensi.
c. Ayunan
langkah yang tidak mantap.
d. Nokturia
(sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus
e. Edema
dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami
pasien antara lain sakit kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahan,
nausea, muntah-muntah, kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada,
epsitaksis, pandangan kabur atau ganda, tinnitus
(telinga mendenging), serta kesulitan tidur.
(Ardiansyah, 2012)
6. Penatalaksanaan
Hipertensi
Tiga hal yang paling penting dalam
kiat menurunkan tekanan darah adalah ukuran pinggang (menurunkan kelebihan
berat badan), kebugaran fisik, dan ketegangan jiwa (mengelola stres).
a. Menurunkan
kelebihan berat badan
Penurunan berat badan akan membantu
menurunkan tekanan darah dan mengurangi faktor risiko stroke, serangan jantung,
dan penyakit serius lainnya. Penelitian menunjukkan untuk setiap kilogram berat
badan yang dikurangi, tekanan darah akan menurun sebanyak 1 mm air raksa. Jika
tekanan darah hanya sedikit sekali meningkat, menghilangkan berat badan yang
berlebihan dapat menurunkannya ke tingkat normal tanpa pengobatan.
b. Bergerak
atau aktivitas fisik
Olahraga teratur dapat mengurangi
berat badan dan menolong untuk mengontrol berat badan.
c. Diet
Terutama pengurangan jumlah garam
(natrium klorida), makanan berlemak, dan menambah jumlah buah dan sayuran
membantu menurunkan tekanan darah dan mencegah tekanan darah tinggi.
d. Mengelola
stres
Stres memaksa jantung berdetak
lebih keras dan menimgkatkan tekanan darah dalam jangka pendek. Penting sekali
menyediakan waktu untuk bersantai secara teratur dan melakukan hal-hal yang
disukai. Aktivitas fisik dapat membuat rileks dan mengurangi stres.
(Vitahelath,
2006 dan Buckman, 2010)
7. Komplikasi
Hipertensi
Membiarkan
hipertensi berarti membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses
perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi
meningkatkan risiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan risiko stroke
delapan kali dibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.
Selain itu,
hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal, dan
kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat mengecilkan volume
otak, sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan fungsi kognitif dan
intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa
kematian mendadak.
(Vitahelath, 2006)
0 komentar:
Posting Komentar