Konsep
Dasar Induksi Persalinan
a. Definisi
Induksi Persalinan
Induksi
persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelang aterm, dalam keadaan
belum terdapat tanda-tanda persalinan, atau belum in partu, dengan kemungkinan
janin dapat hidup di luar kandungan (umur kandungan di atas 28 minggu) (Manuaba,
2010: 451).
Induksi
persalinan merupakan suatu proses untuk memulai aktivitas uterus untuk mencapai
pelahiran per vaginam.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa induksi
persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah
kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his.
b. Jenis
Induksi Persalinan
Ada dua cara yang biasanya dilakukan oleh untuk memulai proses induksi,
yaitu kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
mengeluarkan zat prostaglande (prostaglandin) yang fungsinya sebagai zat
penyebab otot rahim berkontraksi. Jenis induksi persalinan antara lain:
1) Kimia
a) Infus
oksitosin
b) Prostaglandin
c) Cairan
hipertonik intrauterin
2) Mekanik
a) Amniotomi
b) Melepaskan selaput ketuban dari bawah rahim (Stripping
of the membrane)
c) Pemakaian rangsangan listrik
d) Rangsangan pada puting susu
c. Tujuan Induksi Persalinan
Tujuan
melakukan induksi antara lain:
1)
Mengantisipasi
hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan
2)
Untuk
menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan
janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin
3)
Agar terjadi
pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan kepuasan
ibu
d. Indikasi
Induksi Persalinan
Indikasi
melakukan induksi persalinan antara lain:
1) Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal
kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan
bulan lewat).
2) Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya
si ibu menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap
diabetes.
3) Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam
kandungan diduga akan berisiko/membahayakan hidup janin.
4) Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.
5) Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.
Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan
penanganan, antara lain:
1) Indikasi darurat:
a) Hipertensi gestasional yang berat
b) Diduga komplikasi janin yang akut
c) PJT (IUGR) yang berat
d) Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan
e) APH yang bermakna dan Korioamnionitis
2) Indikasi segera (Urgent)
a) KPD saat aterm atau dekat aterm
b) PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut
c) DM yang tidak terkontrol
d) Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm
3) Indikasi tidak segera (Non urgent)
a) Kehamilan ‘post-term’
b) DM terkontrol baik
c) Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya
d) Kematian janin
e) Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit)
Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa
kondisi di bawah ini, yaitu:
1) Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar
dan menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks
mengarah ke depan.
2) Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).
3) Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.
4) Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi
persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai
keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Bila nilai lebih dari 8 induksi
persalinan kemungkinan akan berhasil.
e. Kontraindikasi
Induksi Persalinan
Kontraindikasi
pada induksi persalinan yang akan dilakukan lebih merugikan dibandingkan
tindakan seksio sesaria langsung, antara lain:
1) Disproporsi sefalopelvik
2) Insufisiensi plasenta
3) Malposisi dan malpresentasi
4) Plasenta previa
5) Gemelli
6) Distensi rahim yang berlebihan
7) Grande multipara
8) Cacat rahim
f. Risiko
Melakukan Induksi Persalinan
Risiko induksi
persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:
1) Adanya
kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam
pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan
dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan
dilakukan operasi caesar.
2) Janin
akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama
proses induksi berlangsung, penolong harus memantau gerak janin. Bila
dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus
dihentikan.
3) Dapat
merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
4) Emboli.
Meski
kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi
apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak
ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.
0 komentar:
Posting Komentar