BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Manusia merupakan makhluk yang berakal, akal inilah yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya, seperti hewan dan tumbuhan bahkan jin dan malaikat
sekalipun. Dengan akal yang dimilikinya, manusia mempunyai kemampuan untuk
mencapai tujuan hidupnya dalam kehidupan sehari-hari. Manusia mampu membuat
peralatan-peralatan yang dapat meringankan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kemampuan manusia membuat peralatan bukanlah hal yang dapat dilakukan
dengan begitu saja, tetapi telah melalui proses pengalaman.
Pengalaman-pengalaman yang telah dilalui menjadi dasar bagi pembentukan
pengetahuan. Dengan pengetahuan yang telah dimiliki inilah manusia dapat
membuat peralatan-peralatan tersebut.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman untuk membuat alat
menyebabkan manusia terus mengembangkan pengetahuannya, untuk mengembangkan
pengetahuannya tersebut dibutuhkan juga alat. Dengan alat yang baik
dimungkinkan manusia akan memperoleh pengetahuan baru melalui aktivitas berpikir
yang benar.
Berpikir
ilmiah dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya yang lebih luas, bertujuan
memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah. Untuk mencapai
tujuan tersebut, manusia jelas memerlukan sarana atau alat berpikir ilmiah.
Sarana ini bersifat pasti, maka
aktivitas keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
sejarah dan proses berpikir?
2. Apakah
sarana berpikir itu?
3. Apakah
itu logika?
4. Bagaimana
berpikir induktif?
5. Bagaimana
berpikir deduktif?
C. TUJUAN
Mahasiswa mampu menjelaskan
mengenai:
1. Sejarah
berpikir
2. Proses
berpikir
3. Sarana
berpikir
4. Logika
5. Berpikir
induktif
6. Berpikir
deduktif
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. KONSEP
DASAR PROSES DAN SARANA BERPIKIR
1. Sejarah
dan Proses Berpikir
1.1.Sejarah
Berpikir
óOçFö7Å¡yssùr& $yJ¯Rr& öNä3»oYø)n=yz $ZWt7tã öNä3¯Rr&ur $uZøs9Î) w tbqãèy_öè? ÇÊÊÎÈ
“Apakah kalian
tidak memikirkan bagaimana Kami menciptakan kalian? Dan sesungguhnya kalian
akan kembali kepada Kami” (QS Al Mu’minuun: 115”
3 Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# öNà6¯=yès9 tbrã©3xÿtFs? ÇËÊÒÈ
“Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kalian semua, agar kalian senantiasa berpikir”
Ayat di atas menjadi dasar pemikiran bahwa fitrah manusia
pada dasarnya adalah berpikir dan bertanya tentang dirinya sendiri, tentang
lingkungan, dan tentang Tuhannya. Bahkan Allah telah menjadikan berpikir adalah
tugas yang tidak boleh dikesampingkan dalam menjalani hidup ini semata karena
Allah telah memberikan gambaran nyata dalam hidup tentang apa yang akan kita
nikmati untuk bekal kita kelak.
Seperti halnya membuang waktu dengan melakukan pekerjaan yang
sia-sia dalam kehidupan sehari-hari, manusia adakalanya pula menghabiskan
waktunya secara sia-sia dengan terbawa oleh pikiran-pikiran yang tidak
bermanfaat.
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# cqàÊÌ÷èãB ÇÌÈ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang
yang beriman. Yaitu orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam sholatnya. Dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna" (QS. Al-Mukminun: 1-3)
Allah mengajak manusia agar bersungguh-sungguh dalam masalah
ini, masalah menikmati dunia dan akhiratnya. Sudah pasti bahwa perintah Allah
di ayat tersebut juga berlaku dalam hal berpikir. Sebab pikiran-pikiran yang
tidak terkendali akan terus-menerus mengalir dalam benak seseorang. Seseorang
dengan sadar mengalihkan pikirannya dari satu hal ke hal lain. Ketika sedang
dalam perjalanan pulang ke rumah, seseorang memikirkan rencana untuk
berbelanja. Mendadak kemudian ia berpikir tentang hal lain, yakni apa-apa yang
pernah dikatakan temannya satu atau dua tahun yang lalu. Pikiran yang tidak
terkontrol dan tidak berguna ini dapat berlangsung terus-menerus sepanjang
hari. Padahal, yang kuasa mengontrol pikiran-pikiran tersebut adalah dirinya
sendiri. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang dapat
memperbaiki keadaan dirinya; meningkatkan keimanan, kemampuan berpikir,
perilaku; serta memperbaiki keadaan sekelilingnya.
Berpikir adalah cara khas manusia yang membedakannya dari
makhluk lain. Sehingga para kalangan ahli mantiq sangat masyhur istilah yang
mendefinisikan manusia sebagai hayawan-natiq (hewan
yang berpikir). Karena kemampuan berpikir itu pulalah manusia merupakan makhluk
yang dimuliakan Allah SWT, seperti dijelaskan dalam Al-Qur'an:
* ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
"Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak keturunan Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan lautan, Kami beri mereka rezeki yang baik-baik, dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami
ciptakan." (Al-Israa': 70).
Bahkan, amanah kekhalifahan yang hanya diserahkan Allah
kepada manusia (Adam) pun adalah karena faktor berpikir yang hanya dimiliki
oleh manusia itu. Sebab, dengan kemampuan berpikir, manusia akan dapat menyerap
ilmu pengetahuan dan mentransfernya untuk kemaslahatan dunia dan akhiratnya. Itulah
beberapa dasar pemikiran perintah tentang berpikir dalam pandangan agama, bukan
hanya secuil bahasan yang dibahas, namun mencakup segalanya, mulai dari sebelum
kita dilahirkan hingga setelah akhir dari masa kita.
Berpikir secara umum adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski) pada diri manusia. (Suriasumantri, 52). Perkembangan ide
dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara
bagian-bagian informasi yang tersimpan dalam diri seseorang yang berupa
pengertian-pengertian.
Berpikir mencakup banyak aktivitas mental. Manusia berpikir
saat memutuskan barang apa yang akan dibeli di took, berpikir saat melamun
sambil menunggu kuliah dimulai, berpikir saat mencoba memecahkan ujian, berpikir
saat menulis artikel, makalah, surat, membaca buku, membaca koran, merencanakan
liburan, atau menghawatirkan suatu persahabatan yang terganggu.
Berpikir adalah gejala jiwa yang dapat menetapkan
hubungan-hubungan sesuatu yang menjadikan manusia tahu atau disebut juga
sebagai suatu kegiatan yang melibatkan otak untuk bekerja. Simbol-simbol yang
digunakan dalam berpikir pada umumnya menggunakan kata-kata, gerakan atau
bahasa. Namun, sebagian besar dalam berpikir orang kebanyakan lebih sering
menggunakan bahasa atau verbal, karena bahasa merupakan alat penting dalam berpikir.
Dibawah ini adalah beberapa aliran-aliran yang mendefinisakan
tentang berpikir, diantaranya adalah:
a. Aliran psikologi
asosiasi
Tokoh utama aliran
psikologi asosiasi ini adalah John Lock (1632-1704) dan Herbart (1770-1841).
Aliran psikologi asosiasi mengemukakan bahwa berpikir itu tidak lain dari
jalannya tanggapan-tanggapan yang dilakukan oleh hukum asosiasi. Aliran ini
berpendapat bahwa dalam alam kejiwaan yang penting adalah terjadinya,
tersimpannya dan bekerjanya suatu tanggapan-tanggapan.
b. Aliran psikologi
behaviorisme
Tokoh utama aliran
psikologi behaviorisme ini adalah John Broades Watson (178-1958). Aliran
psikologi behaviorisme mengemukakan pendapat bahwa berpikir adalah
gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot untuk
bicara, seperti halnya bila kita mengucapkan “buah pikiran”. Intinya menurut
aliran ini, berpikir adalah berbicara. Yang paling penting menurut aliran ini
adalah kejadiannya berlangsung secara refleks. Dimana refleks adalah gerakan
atau reaksi tak sadar yang disebabkan adanya perangsang dari luar.
c. Aliran psikologi
gestalt
Aliran psikologi
gestalt ini berpendapat bahwa proses berpikir seperti proses gejala-gejala
psikis yang lain (merupakan suatu kebulatan). Psikologi gestalt memandang
berpikir merupakan
keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat diamati dengan panca
indra.
Otak manusia
memiliki kemampuan atau kapasitas yang sangat besar untuk belajar. Secara
evolusi termasuk spesies yang memiliki kapasitas otak paling besar yaitu
sekitar 1500 cc sehingga diberi nama Homo sapiens, sapiens artinya manusia yang
cukup cerdas, penelitian yang dilakukan Jernigen menunjukan bahwa berat otak
manusia mengalami penyusutan dari 1.500 gram menjadi 1.300 gram pada usia 60
tahun dan menjadi 1.100 gram pada usia 95 tahun.
Secara umum
dapat dikatakan bahwa otak manusia berkuarang sekitar 10% sepanjang hidupnya
setelah berakhir proses pertumbuhannya. Dengan kata lain otak manusia berkurang
sekitar 1 gram setiap tahunnya. Perubahan ini terjadi pada perbandingan abu-abu
(gray matter-substansia grisea) putih (white matter-substansia alba).
2.2.Proses
Berpikir
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ (#qä9$s% y7oY»ysö6ß w zNù=Ïæ !$uZs9 wÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇÌËÈ tA$s% ãPy$t«¯»t Nßg÷¥Î;/Rr& öNÎhͬ!$oÿôr'Î/ ( !$£Jn=sù Nèdr't6/Rr& öNÎhͬ!$oÿôr'Î/ tA$s% öNs9r& @è%r& öNä3©9 þÎoTÎ) ãNn=ôãr& |=øxî ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ãNn=÷ær&ur $tB tbrßö7è? $tBur öNçFYä. tbqãKçFõ3s? ÇÌÌÈ
"Dan
Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) itu seluruhnya, kemudian Allah
mengajukannya kepada para malaikat sambil berkata, 'Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang orang-orang benar.' Mereka menjawab, 'Maha
Suci Engkau, tiada yang kami ketahui selain apa yang Engkau ajarkan kepada
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.' Allah
berfirman, 'Hai Adam, beri tahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.' Maka
setelah diberitahukannya, Allah berfirman, 'Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu
bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu zahirkan dan yang kamu sembunyikan'." (Al-Baqarah: 31-33)
Perhatikanlah
ayat di atas, maka akan kita peroleh sebuah kesimpulan kontekstual bahwa dalam
ayat terbut terdapat percakapan antara Allah – Malaikat – Adam, yang
membicarakan tentang beberapa hal yang menjadi pertanyaan Allah untuk dapat
difikirkan dan dijawab oleh Adam. Sehingga secara kasar kita dapat mengambil
kesimpulan, bahwa dalam hal berpikir seperti yang dijelaskan di atas, komunikasi
dan bahasa lah yang menjadi perantara utama. Kedua hal tersebut akan
memberikan persepsi tentang subyek dan obyeknya. Diawali dengan adanya wahyu
yang diberikan oleh Allah, kemudian akan muncul akal dan interpretasi
rasional yang berikan kepada Adam, kemudian pencarian kebenaran
dengan bertanya kepada Allah lagi, dan Allah memberikan literatur
berupa ayatNya, dan muncullah sikap jujur Adam bahwa semuanya
melalui sarana dari Allah.
Secara literatur buku, proses terjadinya berpikir
pada umumnya terdiri dari tiga langkah yang harus dilalui, yaitu:
a. Pembentukan Pengertian
Pembentukan
pengertian atau yang lebih sering disebut sebagai pembentukan pengertian secara
logis dibentuk melalui tiga tahapan. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang
sejenis.
Objek tersebut diperhatikan unsure-unsurnya satu demi
satu. Misalnya, proses membentuk pengertian manusia. Kita ambil manusia dari
berbagai bangsa lalu kita analisa cirri-cirinya, misalnya:
a)
Manusia Indonesia, ciri-cirinya :
(1)
Makhluk hidup
(2)
Berbudi
(3)
Berkulit sawo matang
(4)
Berambut hitam, dsb
b)
Manusia Eropa, ciri-cirinya :
(1)
Makhluk hidup
(2)
Berbudi
(3)
Berkulit putih
(4)
Berambut pirang atau putih
(5)
Bermata biru terbuka, dsb
c)
Manusia negro, cirri-cirinya :
(1)
Makhluk hidup
(2)
Berbudi
(3)
Berkulit hitam
(4)
Berambut hitam keriting
(5)
Bermata hitam melotot, dsb
d)
Manusia cina, cirri-cirinya :
(1)
Makhluk hidup
(2)
Berbudi
(3)
Berkulit kuning
(4)
Berambut hitam lurus
(5)
Bermata hitam sipit, dsb
Membanding-bandingkan
ciri tersebut untuk ditemukan cirri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama,
mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana
yang tidak hakiki. Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, cirri-ciri
yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas,
ciri-ciri yang hakiki itu adalah makhluk hidup yang berbudi.
b.
Pembentukan
Pendapat
Pembentukan
pendapat merupakan tindakan untuk meletakkan hubungan antara dua hal pengertian
atau lebih. Pendapat tersebut sering diungkapkan dalam bentuk kalimat, yang
minimal terdiri dari subyek dan obyeknya. Pendapat yang muncul dari seseorang
dapat dibedakan menjadi tiga macam, pembagian tersebut diantaranya adalah:
1)
Pendapat positif atau alternatif
Pendapat positif, yaitu pendapat yang menyatakan
dengan jelas dan tegas adanya suatu keadaan yang dimiliki oleh hal tertentu dan
bersifat baik atau positif.
a)
Budi adalah anak yang pandai
b)
Ani perempuan rajin
c)
Kucing itu cerdik
2)
Pendapat negative, yaitu pendapat yang menyatakan
dengan jelas dan tegas tentang tidak adanya suatu sifat pada suatu hal dan
bersifat tidak baik atau negatif.
a)
Budi adalah anak bodoh
b)
Ani perempuan malas
c)
Kucing itu nakal
3)
Pendapat modalitas, yaitu pendapat yang menerangkan
kemungkinan-kemungkinan suatu sifat pada suatu hal,
a)
Budi mungkin tidak bisa hadir
b)
Ani sepertinya anak yang rajin
c)
Kucing itu mungkin nakal
c.
Penarikan Kesimpulan
Penarikan
kesimpulan disebut juga sebagai pembentukan keputusan adalah hasil perbuatan
akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada
(diterjemahkan dan dikeluarkan berdasarkan hasil analisis dan pembentukan
pendapat). Kesimpulan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1)
Keputusan induktif
Keputusan induktif adalah keputusan yang diambil dari
pendapat-pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum, misalnya:
a)
Tembaga dipanaskan akan memuai
b)
Perak dipanaskan akan memuai.
Kesimpulannya,
bahwa logam bila dipanaskan akan memuai.
2)
Keputusan deduktif
Keputusan deduktif adalah keputusan yang ditarik dari
hal yang umum menjadi hal yang khusus, misalnya:
a)
Semua mahkluk hidup akan meninggal
b)
Manusia adalah salah satu mahkluk hidup
Kesimpulannya,
bahwa semua manusia akan mati
3)
Keputusan analogis
Keputusan analogis adalah keputusan yang diperoleh
dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus
yang telah ada, misalnya:
a)
Toni anak yang rajin, sukses dalam hidupnya
Jadi, Toni
anak yang rajin itu pasti sukses dalam hidupnya.
Otak manusia merupakan
sumber dari segala kecerdasan manusia yang terbukti telah mampu melahirkan
karya-karya besar dunia yang membentuk peradaban manusia sekarang ini. Berikut
ini merupakan tugas dari otak manusia yaitu:
Otak
Kiri
|
Otak
Kanan
|
Kata-kata
Logika
Angka
Matematika
Urutan
|
Rima
Irama
Musik
Gambar
Imajinasi
|
Cortex cerebri
atau neocortex merupakan bagian otak yang berfungsi untuk hal-hal yang bersifat
rasional. Otak manusia dibungkus oleh lapisan tipis yang disebut meninges dan
terdiri atas banyak lipatan sebagai gyrus. Cortex cerebri atau neocortex
dikenal sebagai otak berpikir atau otak belajar yang juga sekaligus menjadi
bagian otak luar yang menutupi bagian otak sebelah dalam yaitu sistem limbik.
Neocortex (otak rasional) memiliki kemampuan untuk berpikir, persepsi,
berbicara, berbahasa, berperilaku yang beradab dan berbudaya, belajar
(imajinasi kreatif), memproses informasi, merasakan, dan bergerak.
Sistem limbik (otak emosional) adalah bagian
otak yang paling banyak memperoleh suplai darah, secara fisiologis posisinya
sebagai perantara aktivitas otak yang terjadi antara bagian atas dan bawah.
Penekanan terbaik sistem limbik berperan dalam penyatuan (integrasi) pemikiran
rasional dan energi emosi. Peran penting lainnya adalah melalui peran thalamus
dan hipothalamus bagian dari sistem limbik dalam mengatur seluruh aktivitas
penting tubuh. Pada bagian inilah dipusatkan pengaturan emosi seperti; marah,
senang, takut, kecewa, sedih, bahagia, agresif, defensif, haus, lapar,
menangis, heran, kaget, bingung, senyum, tertawa, cemberut, dan berbagai emosi
lainnya. Sistem limbik juga terlibat dalam pengiriman informasi dari memori
jangka pendek ke memori jangka panjang.
2. Sarana
Berpikir
Sebagaimana pada kutipan ayat dalam surat Al Baqarah
ayat 31- 33 yang telah dijabarkan di atas, sehingga kita tahu bahwa yang menjadi
sarana berpikir paling utama menurut ayat tersebut adalah komunikasi dan
bahasa yang bertujuan untuk menyamakan persepsi subyek dan obyeknya, maka
dalam bahasan ini akan dibahas tentang sarana berpikir menurut literatur
keilmuan yang ada. Dalam hal literatur buku, secara umum dalam berpikir
terdapat beberapa sarana untuk dapat berpikir secara ilmiah, diantaranya
adalah:
a.
Bahasa
1)
Ciri-ciri
Bahasa
Bahasa
merupakan alat utama dalam terjadinya proses komunikasi untuk dapat terjadinya
hubungan antara individu dengan individu yang lainnya. Bahasa didefinisikan dan
dicirikan sebagai berikut:
a) Serangkaian bunyi yang digunakan
sebagai alat komunikasi
b) Lambang dari serangkaian bunyi yang
membentuk arti tertentu.
2)
Fungsi Bahasa
Dengan adanya bahasa, manusia dapat mengkomunikasikan
segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Bahasa berfungsi sebagai:
a) Alat komunikasi (fungsi komunikatif)
b) Alat budaya yang mempersatukan
manusia yang menggunakan bahasa tersebut (fungsi kohesif).
3)
Syarat
Komunikasi
Sebagai faktor utama sarana
berpikir, komunikasi menjadi fungsi utama dalam bahasa. Dalam hubungannya
dengan sarana berpikir, maka komunikasi ilmiah memiliki syarat sebagai berikut:
a) Bahasa harus bebas emotif
b) Reproduktif, artinya komunikasinya
dapat dimengerti oleh yang menerima.
4)
Kelemahan
Bahasa
Komunikasi ilmiah bertujuan untuk
menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Namun, setiap sarana pasti
memiliki kelebihan dan kekurangan.
Adapun kekurangan bahasa terletak
pada:
a) Peranan bahasa yang multifungsi,
artinya komunikasi ilmiah hanya menginginkan penyampaian buah pikiran/penalaran
saja, sedangkan bahasa verbal mengandung unsur emotif, afektif dan simbolik.
b) Arti yang tidak jelas dan eksak yang
dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa.
c) Konotasi yang bersifat emosional.
b.
Logika
Logika
adalah jalan pikiran yang masuk akal (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003:
680). Logika disebut juga sebagai penalaran. Menurut Salam (1997: 140)
penalaran atau logika adalah suatu proses penemuan kebenaran, dan setiap jenis
penalaran memiliki kriteria kebenarannya masing-masing. Secara umum, adapun ciri-ciri dari logika atau penalaran adalah sebagai berikut:
1) Pola berpikir
yang disebut dengan logika,
2) Analitis dalam
berpikir.
c.
Matematika
Matematika mengembangkan bahasa
kuantitatif dan cara berpikir deduktif. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang yang ada pada matematika
bersifat artifisial artinya lambang itu mempunyai arti jika sudah diberi makna.
Kekurangan yang ada dalam bahasa verbal dapat diatasi dengan menggunakan
matematika.. Hal ini dimungkinkan karena Matematika itu bersifat:
1) jelas,
2) spesifik,
3) informatif, dan
4) tidak emosional
d.
Statistika
Konsep
statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam
suatu populasi tertentu. Statistika sering digunakan dalam penelitian ilmiah.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari
kesimpulan yang ditarik, makin besar contoh atau sampe lyang diambil maka makin
tinggi tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Statistika juga memberikan
kemampuan untuk mengetahui suatu hubungan kausalita antara dua atau lebih
faktor yang bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam hubungan
yang bersifat empiris.
3. Logika
Mantiiq
atau logika, seperti yang dipelajari dalam ilmu-ilmu Islam, itu benar-benar
berfungsi tentang dua hal:
a. Cara membuat definisi yang tepat
dari sebuah konsep.
b. Cara untuk membangun sebuah bukti
hujah atau argumentasi, dan utk mendeteksi kelemahan dalam argumen yang rusak.
Menurut Bakhtiar (2009:212), ”Logika
adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir,
seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu”.
Logika merupakan kumpulan
kaidah-kaidah yang memberi jalan (system) berpikir tertib dan teratur
sehingga kebenarannya dapat diterima oleh orang lain. Logika akan memberi suatu
ukuran (norma) yakni suatu anggapan tentang benar dan salah terhadap suatu
kebenaran. Ukuran kebenarannya adalah logis (Sumarna, 2008:141).
Logika adalah bidang pengetahuan
yang mempelajari tentang asas, aturan, dan prosedur penalaran yang benar.
Dengan istilah lain logika sebagai jalan atau cara untuk memperoleh pengetahuan
yang benar (Susanto, 2011:143)
Sebagai sarana berpikir ilmiah,
logika mengarahkan manusia untuk berpikir dengan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah berpikir yang benar. Dengan logika manusia dapat berpikir dengan
sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika ingin melakukan
kegiatan berpikir dengan benar maka harus menggunakan kaidah-kaidah berpikir
yang logis. Dengan logika dapat dibedakan antara proses berpikir yang benar dan
proses berpikir yang salah.
Menurut Susanto (2011:146), ada tiga
aspek penting dalam memahami logika, agar mempunyai pengertian tentang
penalaran yang merupakan suatu bentuk pemikiran, yaitu pengertian, proposisi,
dan penalaran. Pengertian merupakan tanggapan atau gambaran yang dibentuk oleh
akal budi tentang kenyataan yang dipahami, atau merupakan hasil pengetahuan
manusia mengenai realitas. Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari
pengertian-pengertian yang dibentuk oleh akal budi atau merupakan pernyataan
mengenai hubungan yang terdapat di antara dua buah term. Penalaran adalah suatu
proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan.
Keberadaan ketiga aspek tersebut
sangat penting dalam memahami logika. Dimulai dari membentuk gambaran tentang
obyek yang dipahami, kemudian merangkainya menjadi sebuah hubungan antar obyek,
dan terakhir melakukan proses berpikir yang benar untuk menghasilkan
pengetahuan. Tiga aspek dalam logika tersebut harus dipahami secara
bersama-sama bagi siapapun yang hendak memahami dan melakukan kegiatan ilmiah.
Tanpa melalui ketiga proses aspek logika tersebut, manusia akan sulit
memperoleh dan menghasilkan kegiatan ilmiah yang benar.
Terdapat dua cara penarikan
kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara itu adalah induktif dan
deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika
deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum
rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan
(Sumarna, 2008:150)
Kedua jenis logika berpikir tersebut
bukanlah dua kutub yang saling berlawanan dan saling menjatuhkan. Kedua jenis
logika berpikir tersebut merupakan dua buah sarana yang saling melengkapi,
maksudnya suatu ketika logika induktif sangat dibutuhkan dan harus digunakan
untuk memecahkan suatu masalah, dan pada saat lain yang tidak dapat menggunakan
logika induktif untuk memecahkan masalah maka dapat digunakan logika deduktif.
Seseorang yang sedang berpikir tidak harus menggunakan kedua jenis logika
berpikir tersebut, tetapi dapat menggunakan satu logika berpikir sesuai dengan
kebutuhan obyek dan kemampuan individunya.
Dasar – Dasar Logika
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu
menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan
oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen,
yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan
(premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern
adalah contoh-contoh dari logika formal.
Dasar penalaran dalam masalah logika ini terdapat
dua macam, yaitu deduktif dan induktif. Adapun penjelasannya akan dijelaskan di
sub bab selanjutnya.
Macam
-Macam Logika
Pada
dasarnya, secara prinsip logika dibagi menjadi dua macam, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a.
Logika Alamiah
Logika
ini disebut juga sebagai logika kodratiyah, definisinya adalah hasil kinerja
akal budi manusia yang berpikir secara
tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan
kecenderungan-kecenderungan yang subyektif.Kemampuan logika alamiah manusia
sudah diperoleh sejak kita dilahirkan.
b.
Logika Ilmiah
Logika
ilmiah adalah ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yangharus ditepati dalam
setiap pemikiran (standar pemikiran). Berkat pertolongan logika ilmiah
inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah
dan lebih aman. Logika ilmiahdimaksudkan untuk menghindari kesesatan pemikiran,
atau untuk mengurangi kekeliruan. Secara ringkas, ide dan logika adalah
hasil kreatifitas serta manipulasi pemikiran manusia yang didasari oleh
akal sehat. Target dari kegiatan berpikir iniadalah untuk mencari jalan keluar
(solusi), atau dapat juga berupa teori baruterhadap permasalahan yang
membutuhkan pemikiran jernih.
4. Berpikir
Induktif (Fokus)
a.
Pengertian Berpikir
Induktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal
atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum. Induksi merupakan cara
berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus
yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat
ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan di fenomena yang
diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi
adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang
memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu,
tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena
beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka
sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran
deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan
rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu
menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara
empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak.
Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional
yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini
biasanya disebut hipotesis.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil
premis premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya,
kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai memegang peranan
di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di
dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima
atau ditolak.
b.
Macam-Macam
Penalaran Induktif
1)
Generalisasi
Generalisasi
adalah penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan secara umum
berdasarkan sejumlah data. Jumlah data atau peristiwa khusus yang dikemukakan
harus cukup dan dapat mewakili.
Generalisasi
juga di sebut induksi tidak sempurna (lengkap). Guna menghindari generalisasi
yang terburu – buru, Aristoteles berpendapat bahwa bentuk induksi semacam ini
harus di dasarkan pada pemeriksaan atas seluruh fakta yang berhubungan, tapi
semacam ini jarang di capai. Jadi kita harus mencari jalan yang lebih prakis
guna membuat generalisasi yang sah.
Tiga cara pengujian
untuk menentukan generalisasi:
a)
Menambah jumlah kasus yang di
uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya generalisasi. Maka harus seksama
dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai probabilitas ).
b)
Hendaknya melihat adakah sample
yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di periksa.
c)
Apabila ada kekecualian, apakah
juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan melancarkan
generalisasi?
2)
Analogi
Pemikiran ini berangkat dari suatu kejadian khusus
ke suatu kejadian khususnya lainnya, dan menyimpulkan bahwa apa yang benar pada
yang satu juga akan benar pada yang lain.
Contohnya:
Sartono
sembuh dari pusing kepalanya karena minum obat ini. Pengetahuan secara
analogis adalah suau metode yang menjelaskan barang-barang yang tidak biasa
dengan istilah-istilah yang di kenal ide-ide baru bisa di kenal atau dapat di terima apabila di hubungkan
dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Analogi Induktif adalah suatu cara berpikir yang di dasarkan pada
persamaan yang nyata dan terbukti. Jika memiliki suatu kesamaan dari yang
penting, maka dapat di simpulkan serupa dalam beberapa karakteristik lainnya.
Apabila hanya terdapat persamaan kebetulan dan perbandingan untuk sekedar
penjelasan, maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.
3)
Hubungan Kausalitas
Berupa sebab sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau
sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga
pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola
yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab.
Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
a)
Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan
sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai
gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
b)
Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta
itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
c)
Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian
akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua.
Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh
:
Mulai
tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak
tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan
harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya
ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang
tentu biaya angkutanpun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang
pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus
diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh
karena itu, kenaikan harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha
menaikan pendapatan rakyat.
c. Induksi Dalam Metode
Eksposisi
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan
paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk
menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat,
akurat, dan padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik
dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk
memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik.
Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya berisi uraian tentang
langkah/ cara/ proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.
Berikut ini adalah langkah-langkah menyusun metode
eksposisi:
1)
Menentukan topik/tema
2)
Menetapkan tujuan
3)
Mengumpulkan data dari berbagai
sumber
4)
Menyusun kerangka karangan
sesuai dengan topik yang dipilih
5)
Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.
5. Berpikir
Deduktif (Menyebar)
a.
Pengertian
Deduktif
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan
kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari
yang umum. Deduksi adalah cara berpikir yang di tangkap atau di ambil dari
pernyataan yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang
dinamakan silogismus. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan
hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus.
Berpikir deduktif didefinisikan sebagai cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum. Berpikir deduktif adalah metode
yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis
yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif (www.id.wikipedia.com).
Maka dapat disimpulkan bahwa penalaran deduktif dan penalaran induktif diperlukan
dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.
b.
Macam-macam
Penalaran Deduktif
1)
Silogisme
Silogisme adalah
suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang
berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi ketiga.
Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat
ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Ada dua tipe
argumen deduktif silogisme, yaitu adalah silogisme kategoris dan silogisme
hipotetis.
a)
Silogisme
Kategoris
Silogisme kategoris adalah argumen yang pasti
terdiri atas dua premis dan satu konklusi, dengan setiap pernyataannya dimulai
dengan kata semua, tidak ada, dan beberapa atau sebagian, dan berisi tiga bagian yang
masing-masing hanya boleh muncul dalam dua proposisi silogisme.
Premis
1 : Semua
atlet adalah orang yang sehat jiwa raga.
Premis
2 : Beberapa
pelajar adalah atlet.
Konklusi : Jadi,
beberapa pelajar adalah orang yang sehat jiwa raga.
b)
Silogisme
Hipotesis
Silogisme
hipotetis adalah silogisme yang memiliki pernyataan kondisional atau bersyarat
pada premisnya. Ada tiga jenis silogisme hipotetis, yaitu silogisme kondisional
yang mengandung anteseden (syarat) dan konsekuensi; silogisme disjungtif berupa
pernyataan yang menawarkan dua kemungkinan; dan silogisme konjungtif yang
bertumpu pada kebenaran proposisi kontraris. Kesahihan dan ketidaksahihan
setiap bentuk silogisme tersebut diukur dengan hukum dan prinsip dasar berpikir
deduktif, menyangkut pengakuan dan pengingkaran pada premisnya.
Beberapa contoh
silogisme hipotetis terlihat di bawah ini:
(1)
Silogisme hipotetis:
(a)
Bila hari tidak hujan, Ani akan
pergi ke bandara.
(b)
Hari hujan.
Oleh karena itu,
Ani tidak pergi ke bandara.
(2)
Silogisme disjungtif:
A atau B Arif menulis prosa atau puisi
Ternyata bukan A Ternyata
Arif tidak menulis prosa
Maka B Maka, Arif menulis puisi
(3)
Silogisme konjungtif:
A tidak mungkin Arif
tidak mungkin sekaligus menulis prosa dan puisi sekaligus B dan C
Ternyata A adalah B Ternyata Arif
menulis prosa
Maka, A bukan C Maka,
Arif tidak menulis puisi
2)
Entimem
Dalam kehidupan sehari-hari kita jarang menggunakan bentuk silogisme
yang lengkap. Demi kepraktisan, bagian silogisme yang dianggap telah dipahami,
dihilangkan. Inilah yang disebut entimem.
Contoh
:
Premis mayor: Semua
rentenir adalah penghisap darah orang yang sedang kesusahan.
Premis minor: Pak Budi
adalah rentenir.
Kesimpulan: Pak Budi
adalah penghisap darah orang yang sedang kesusahan.
Entimem:
Pak Budi adalah rentenir, penghisap darah orang yang
sedang kesusahan.
Jadi, dari penjelasan tentang berpikir deduktif
yang termanifestasi dalam bentuk silogisme kategoris dan silogisme hipotetis
(kondisional, disjungtif, dan konjungtif) dapat disimpulkan bahwa berpikir
deduktif adalah cara berpikir logis yang mengikuti serangkaian aturan. Di dalamnya berlangsung aktivitas berpikir analisis dan sintesis
terhadap kondisi atau situasi yang ada.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sarana berpikir
merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang akan
ditempuh agar memperoleh pengetahuan dengan benar. Keseluruhan tahapan kegiatan
ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa sarana berpikir. Sarana berpikir
berfungsi hanyalah sebagai alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar
memperoleh ilmu.
Bahasa merupakan sarana
mengkomunikasikan cara-cara berpikir sistematis dalam memperoleh ilmu. Tanpa
kemampuan berbahasa, seseorang tidak akan dapat melakukan kegiatan ilmiah
secara sistematis dan benar. Logika sebagai sarana berpikir mengarahkan manusia
untuk berpikir dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar.
Logika membantu manusia dapat berpikir dengan sistematis yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika ingin melakukan kegiatan berpikir
dengan benar maka harus menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang logis. Logika
dapat membedakan antara proses berpikir yang benar dan proses berpikir yang
salah.
DAFTAR
PUSTAKA
Mufaesa. 2011. Sarana Berpikir Ilmiah. Diperoleh http://mufaesa.blogspot.com/2011/11/makalah-sarana-berpikir-ilmiah.html
(diakses tanggal 17 Oktober 2012).
Qur’an Hafalan. 2010. Jakarta: Al Mahira.
Ramadhy,
Sufyan. 2001. Filsafat Kausa.
Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa.
Ramadhani, Robi. 2010. Cara Berpikir Induktif. Diperoleh http://obyramadhani.wordpress.com/2010/05/16/cara-berfikir-induktif/ (diakses tanggal 16 Oktober 2012).
Rasyid, Daud. 2007. Metode Berfikir Islami.
Fany Media. Al Islamu.com
Riyanto, Bambang. 2009.
Filsafat Ilmu Sarana Berpikit Ilmiah.
Diperoleh http://bambangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29/filsafat-ilmu-sarana-berpikir-ilmiah/
(diakses tanggal 17 Oktober 2012).
Santo, Kusikh. 2010. Berpikir Induktif. Diperoleh http://kusikhsanto.wordpress.com/2010/04/14/berpikir-induktif/
(diakses tanggal 16
Oktober 2012).
Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
The Mind Gym. Wake Your Mind Up. PT Gramedia.
Umar Ibn Abd Al-Aziz.
2004. Segarkan Imanmu dengan Ibadah
Berfikir. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
0 komentar:
Posting Komentar