STROKE
A. KONSEP
STROKE
1. Pengertian
Stroke
Stroke adalah
suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan
cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke atau Cerebro Vasculer
Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak (Brunner dan Suddarth, 2002). Stroke adalah cedera
otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Elizabeth J. Corwin,
2002).
Stroke adalah sindrom yang awal
timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal atau
global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak non traumatic (Mansjoer
2002). Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari
proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis,
ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002).
2. Penyebab
Stroke
Gangguan pada aliran darah otak dapat disebabkan
oleh adanya penyempitan, tertutupnya maupun pecahnya pembuluh darah ke otak,
penyebab stroke dapat terjadi karena :
a.
Trombosis
Trombosis terjadi karena adanya kelainan
pada dinding arteri yang menyebabkan penyempitan dari lumen arteri, sehingga
diameternya menjadi kecil yang pada suatu saat dapat terjadi penyumbatan. Usia
yang paling sering terserang penyakit ini berkisar antara usia 60 sampai 69
tahun, awitan gejala penyakit biasanya cenderung terjadi bila penderita sedang
tidur atau pada saat bangun tidur. Intensitas maksimal baru disadari sesudah 48
jam, kemudian perkembangan umumnya berlangsung secara bertahap.
Trombosis
dapat timbul karena proses :
1) Artherogenik
Umumnya
karena proses artheroskeloris ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima
arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis berserabut, sedangkan
sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai,
sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.
2) Non
Artherogenik
Terjadi
bukan karena proses artherogenik, misalnya karena kelainan penyakit darah
seperti anemia, polisitemia, diskrasia darah, arteritis dan efek samping
penggunaan pil konstrasepsi.
b.
Emboli
Emboli merupakan benda asing dalam
aliran darah sehingga dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh arteri, apabila
terjadi pada arteri yang menuju ke otak maka otak akan mengalami penurunan
suplai darah sehingga otak hypoxia dan akhirnya iskemik.
Penyebab terjadinya emboli ada dua, yaitu faktor
dari jantung (artrial fibrilasi, infark miokard, kelainan katup, endocarditis)
dan faktor non kardial (pleque artheromatosus di arteri karotis komunis, emboli
dari paru, emboli udara pada tindakan abortus). Gejala-gejala dapat timbul
setiap saat dan berkembang secara progresif cepat.
c.
Perdarahan.
Perdarahan biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di aliran darah otak dan atau sub archnoid,
sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah
ini sangat mengiritasi jaringan otak sehingga mengakibatkan vasospasme pada
arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer
otak dan sirkulus willisi.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusi dapat
dikatakan cepat dan konstan, dapat berlangsung beberapa menit, beberapa jam,
bahkan kadang-kadang sampai beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi
antara lain : sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah
proyektil, koma dan kejang.
Terdapat dua jenis perdarahan otak, yaitu perdarahan
intra serebral dan perdarahan sub arachnoid.
1) Perdarahan
Intra Serebral (PIS)
Perdarahan intra serebral terjadi
di substansi dalam otak. Perdarahan intra serebral dapat terjadi karena :
a). Hipertensi
Tekanan
darah yang tinggi menyebabkan laju
aliran darah lebih kuat dari normal, sehingga dapat menyebabkan ruptur arteri
dan mengakibatkan perdarahan. Apabila hal tersebut terjadi pada pembuluh darah
otak maka terjadilah stroke. Dengan bertambahnya usia, adanya hipertensi dan
aterosklerosis pembuluh darah akan berkelok-kelok atau spiral.
b). Aneurisma,
anomaly arteri vena serebral, diskrasia darah, pemakaian obat-obatan anti
koagulan.
2) Perdarahan
Sub Arachnoid (PSA)
Biasanya disebabkan oleh perdarahan arterial ke
dalam ruang sub arachnoid di sekeliling otak dan sering meluas ke dalam
jaringan otak atau ke dalam ventrikel. Perdarahan sub arachnoid dapat terjadi sebagai
akibat trauma dan hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah ruptur
aneurisma intrakranial, trauma atau perdarahan intraserebral hipertensif,
anomali arterio venosa, gangguan perdarahan neoplasma dan lain-lain.
3. Klasifikasi
Stroke
a.
Berdasarkan Stadium Klinik
1)
Transient
Ischemik Attack (TIA)
Merupakan
gangguan peredaran darah otak sepintas yang karena terjadinya vasospasme
sehingga terjadi penyumbatan pada pembuluh darah otak. Setelah vasospasme
hilang, maka gejala juga akan hilang dan keadaan akan sembuh seperti semula
dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 jam. Gejalanya yang dapat timbul berupa
hemiparese, hemiparestesia ataupun afasia atau dapat juga terjadi kejang.
2)
Reversible
Ischemia Neurologik Defisit (RIND)
Defisit
neurologik yang bertahan lebih dari satu hari dan kembali ke keadaan semula
dalam waktu tiga minggu.
3)
Stroke
In Evolution (SIE)
atau Progresive Stroke
Merupakan
defisit neurologik yang bertambah berat secara kuantitatif dan kualitatif.
Terjadi secara bertahap selama jangka waktu menit, jam ataupun hari. Gejala
awalnya biasanya penderita merasakan disfungsi ringan yang dapat berupa
parestesia hemifasialis saja atau parese ringan pada lengan atau tungkai satu
sisi tergantung pada daerah otak mana yang mengalami iskemia. Apabila mekanisme
vaskularisasi kompensatorik tidak juga datang dapat menyebabkan iskemia
serebral yang lebih berat dan luas sehingga timbul hemiparesis yang parah.
4)
Completed
Stroke (CS)
Iskemia
serebri regional akibat trombosis serebri berkembang menjadi infark dan hemoragic.
Pada tahap ini maka berkembanglah hemiparesis yang tidak lama kemudian akan
menjadi hemiparalisis. Defisit neurologik yang terjadi relatif stabil dan
sedikit sekali perubahannya.
b. Berdasarkan
Proses Patologi
1)
Infark Serebri
Keadaan
ini terjadi akibat suplai darah yang dialirkan ke otak hanya melalui arteri
cerebri yang sehat atau berdilatasi sehingga hanya jaringan otak yang sehat
saja yang mempunyai jatah darah, sedangkan daerah yang edema tidak kebagian
mendapat jatah darah.
2)
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan
intraserebral terjadi akibat pecahnya pembuluh darah arteri otak, sehingga
terjadi perembesan aliran darah ke daerah parenkim otak. Hal ini menyebabkan
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan. Jaringan otak internal
akan tertekan dan menyebabkan edema serebral serta herniasi otak.
3)
Perdarahan Subarachnoid
Merupakan
gangguan aliran darah pada satu atau lebih pembuluh darah serebral yang terjadi
akibat oklusi atau pecahnya pembuluh darah serebral secara spontan.
4. Manifestasi
Klinik Stroke
Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan
insufisiensi aliran darah ke otak dapat dihubungkan dengan tanda dan gejala
dibawah ini :
a.
Vertebro-basilaris
Apabila
insufisiensi terjadi pada daerah ini maka akan timbul gejala seperti kelemahan
pada satu atau keempat anggota gerak, peningkatan refleks tendon, ataksia,
tanda babinski bilateral, disfagia, gangguan daya ingat, pusing, gangguan
penglihatan dan muka baal.
b.
Arteri karotis interna
Bila
insufisiensi terjadi pada area ini maka akan timbul gejala seperti buta satu
mata yang episodik pada sisi tubuh yang arteri karotisnya terserang yang
disebabkan oleh insufisiensi arteri retina, gejala sensorik dan motorik anggota
tubuh kontralateral akibat insufisiensi aliran darah arteri serebri media, lesi
pada daerah antara arteri cerebri anterior dan media, gejala mula-mula anggota
gerak terasa lemah dan baal dan dapat melibatkan wajah, bila terjadi pada
hemisfer dominan maka akan timbul gejala afasia ekspresif, arteria serebri anterior (gejala primernya adalah
perasaan kacau), kelemahan kontralateral, gerakan volunter pada tungkai
terganggu, gangguan sensorik kontralateral, dimensia dan disfungsi lobus
frontalis.
c.
Arteri cerebri posterior
Apabila
insufisiensi terjadi pada arteri cerebri posterior maka akan timbul gejala
seperti koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual atau buta kata dan
kelumpuhan nervus saraf ketiga.
d.
Arteri serebri media
Bila
insufisiensi terjadi pada arteri serebri media maka akan timbul gejala-gejala
seperti hemiparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan), hemianopsia
kontralateral (kebutaan), afasia global dan disfagia.
5. Faktor
Risiko Terjadinya Stroke
a. Faktor
Resiko Mayor
Tidak semua orang akan mengalami penyakit stroke,
namun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak orang dapat memiliki faktor-faktor
resiko terjadinya stroke, yaitu :
1). Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi sering
menyebabkan gangguan fungsi otak dan merusak struktur otak manusia melalui
mekanisme gangguan vaskuler, infark dan perdarahan otak.
2). Penyakit Jantung
Penyakit
jantung seperti penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertropi
ventikrel kiri, fibrilasi atrium, dapat menyebabkan artherosklerosis, emboli,
beban jantung meningkat, sehingga lumen arteri menyempit dan terjadi gangguan pada
aliran darah otak.
3). Diabetes Militus.
Pada
klien diiabetes militus terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah, hal
tersebut menyebabkan viskositas darah meningkat sehingga mengganggu aliran
darah termasuk termasuk aliran darah ke otak.
b.
Faktor Resiko Minor.
1). Hiperlipidemia.
Peningkatan
kadar lipid (kolesterol dan trigliserida) di dalam darah dapat mengakibatkan
gangguan metabolisme karbohidrat dan protein. Penumpukan lemak didalam lumen
darah akan meningkatkan viskositas darah dan menyebabkan laju aliran darah
terganggu, sehingga akan menimbulkan resiko terjadinya stroke.
2). Obesitas.
Orang
yang obesitas atau kegemukan cenderung untuk mempunyai penyakit DM, jantung dan
hipertensi. Adanya penumpukan lemak yang berlebih didalam tubuh menjadi salah
satu faktor resiko terjadinya stroke.
3). Hematokrit yang meningkat.
Hematokrit
yang meningkat menyebabkan darah menjadi kental, viskositas darah meningkat
menyebabkan laju aliran darah terganggu sehingga menimbulkan resiko terjadinya
stroke.
4). Gaya hidup.
a)
Merokok.
b)
Penderita stroke pada orang yang
minum-minuman keras / alcohol dan wanita menggunakan alat kontrasepsi hormonal
meningkat 16 kali.
6. Patofisiologi
Stroke
Otak
merupakan organ tubuh yang sensitif terhadap oksigen dan nutrisi. Otak harus
menerima aliran darah yang konstans untuk mempertahankan fungsi normalnya
karena otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sendiri. Aliran darah
berfungsi sebagai tempat untuk membuang sampah metabolik, karbondioksida dan
asam laktat. Jika aliran darah keotak berkurang ataupun menurun maka akan
mengakibatkan kerusakan otak dengan cepat.
Melalui
proses autoregulasi serebral, aliran darah keotak tetap diupayakan konstan
sebanyak 750 ml/ menit. Untuk merespon terhadap perubahan tekanan darah maka
akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteri otak.
Pada
stroke, iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran darah arterinya
terganggu akibat trombus atau emboli sehingga menimbulkan gangguan fungsi otak.
Iskemik dapat menyebabkan hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik pada jaringan otak.
Proses ini dapat mengakibatkan kematian pada neuron, sel ganglia dan struktur
otak disekitar area infark. Edema yang
terjadi akan memperberat infark itu sendiri. Edema dapat berlangsung
dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Setelah
terjadinya infark dan edema, maka secara otomatis akan terjadi penurunan
kemampuan fungsi otak dalam menjalankan fungsi neurologisnya seperti semula.
Hal ini mengakibatkan terjadinya defisit neurologis pada area kontralateral
dari area lesi otak yang terkena, sesuai dengan karakteristik dari otak.
7. Pemulihan
dan Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke
Maksud dan
tujuan dilakukan rehabilitasi adalah menjaga kemampuan fisik, rohani, sosial,
dan kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin. Hal-hal yang dilakukan adalah
fisioterapi, terapi bicara, terapi mental, psikoterapi, dan lain-lain. Hal ini
dimaksudkan agar fungsi otak yang berkurang akibat stroke dapat dirangsang
untuk berfungsi seperti semula, walaupun tidak maksimal.
a. Mobilisasi
dini
Terapi ini dilakukan secepatnya
walaupun kondisi pasien masih di atas tempat tidur. Hal ini dimaksudkan untuk
memperbaiki fungsi neurologis dan mencegah terjadinya kekakuan otot-otot tubuh.
Mobilisasi sebaiknya dimula 24-48 jam pasca stroke, baik untuk pasien dalam
kondisi koma maupun sadar. Hal yang dapat dilakukan seperti mengangkat kepala,
mengangkat kaki dan lengan. Jika sadar, pasien dapat dibantu untuk berdiri.
b. Terapi
bicara
Pasien dianjurkan secepatnya
memulai terapi kemampuan bicaranya. Anggota keluarga diharapkan secara aktif
mengajak pasien berbicara walaupun pasien kesulitan untuk mengutarakannya dan
keluarga sulit mengerti apa yang dikatakan pasien.
c. Fisioterapi
Anggota gerak yang mengalami
kelumpuhan mulai dilatih, baik oleh diri sendiri atau dibantu oleh seorang
terapis. Hal ini dimaksudkan agar fungsi motorik dapat diusahakan kembali
mendekati fungsi yang normal. Selain itu, terapi ini juga mencegah terjadinya
atrofi pada otot yang lumpuh.
d. Psikoterapi
Tujuan psikoterapi adalah agar
pasien pasca stroke tidak mengalami hal-hal yang kurang baik, seperti rendah
diri, gampang marah, stres, maupun kehilangan minat terhadap segala sesuatu.
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan yaitu
menghindari rokok, alkohol, minum kopi, dan menjalani hidup dengan tenang dan
rileks. Olahraga perlu dilakukan secara teratur disesuaikan dengan kemapuan
tubuh.
B. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN PASCA STROKE
Proses keperawatan adalah kegiatan yang berurutan
dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat perencaan
untuk mengatasinya pelaksanaan rencana dan mengevaluasi keberhasilann secara
efektif terhadap masalah yang diatasinya.
Proses keperawatan pada dasarnya adalah metode
pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus pada respon
manusia secara individu, kelompoak dan masyarakat terhadapat perubahan
kesehatan baik aktual maupun potensial. Proses keperawatan terdiri dari lima
tahap yaitu :
1. Pengkajian
2. Diagnosa
Keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
Secara terperinci asuhan keperwatan pada perawatan
masa nifas melalui pendekatan proses keperawatan akan dibahas di bawah ini:
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap yang
sistematis dalam pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok
(Carpenito dan Moyet, 2007).
a.
Identitas
1)
Identitas klien: nama, tempat tanggal
lahir, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan
terakhir, diagnosa medis, dan alamat.
2)
Identitas keluarga ata orang lain yang
penting/dekat yang dapat dihubungi: nama, alamat, no telepon, dan hubungan
denga klien.
b.
Riwayat pekerjaan dan status ekonomi:
pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, sumber pendapatan, dan kecukupan
pendapatan.
c.
Aktivitas rekreasi: hobi,
berpergian/wisata, keanggotaan organisasi, dan lain-lain.
d.
Riwayat
kelurga: saudara kandung (nama, keadaan saat ini, dan keterangan), riwayat
kematian (nama, umur, dan penyebab kematian), dan kunjungan keluarga.
e.
Pola kebiasaan
sehari-hari
1)
Nutrisi: terjadi
perubahan dan masalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi karena adanya rasa mual
dan muntah, kurang nafsu makan, kehilangan sensasi rasa pada lidah, disfagia,
kesulitan menelan akibat gangguan pada refleks palatum dan faringeal.
2)
Eliminasi: terjadi
perubahan dalam pola pemenuhan eliminasi, pada pola eliminasi BAK akan terjadi
perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine atau anuria, pada pola
eliminasi BAB dapat terjadi distensi abdomen dan dapat terjadi obstipasi.
3)
Personal
hygiene: karena adanya kelemahan atau kelumpuhan motorik
sehingga klien harus dibantu dalam memenuhi kebutuhannya.
4)
Istirahat dan
tidur: akan
didapatkan kesukaran dalam memenuhi aktivitasnya karena kelemahan, mudah lelah
ataupun intoleran terhadap aktivitas dan sukar tidur.
5)
Kebiasaan
mengisi waktu luang: olahraga, nonton TV, berkebun/memasak, dan lain-lain.
6)
Kebiasaan yang
mempengaruhi kesehatan (jenis, frekuensi, jumlah, dan lama pakai): merokok,
minuman keras, dan ketergantungan terhadap obat.
7)
Uraian
kronologis kegiatan sehari-hari: jenis kegiatan dan lama waktu untuk setiap
kegiatan.
f.
Status
kesehatan
1)
Status
kesehatan saat ini: keluhan utama dalam satu tahun terakhir, gejala yang
dirasakan, faktor pencetus, timbulnya keluhan (mendadak atau bertahap), waktu
timbulnya keluhan, dan upaya mengatasi.
2)
Riwayat
kesehatan masa lalu: penyakit yang pernah diderita, riwayat alergi (obat,
makanan, binatang, debu, dll), riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di rumah
sakit, da riwayat pemakaian obat.
3)
Pemeriksaan
fisik
a) Sistem
Pernafasan.
Klien
akan didapatkan batuk tidak efektif, pernafasan tidak teratur, kemungkinan
cheynes-stokes dan terjadi paralisis
otot pernafasan, bunyi nafas ngorok ronchi, adanya sekret dan aspirasi.
b) Sistem
Kardiovaskuler.
Adanya
hipotensi, denyut nadi perifer berkurang tetapi nadi sentral kuat, terdengar
bunyi jantung tambahan seperti mur-mur atau gallop dan irama jantung tidak
teratur.
c) Sistem
Gastro Intestinal.
Nafsu
makan menurun, kehilangan sensasi pada lidah, paralise pada otot wajah dan
kerongkongan (disfagia), sehingga menimbulkan masalah dalam menelan dan
mengunyah, serta terjadi peristaltik usus menurun yang mengakibatkan
konstipasi. Distensi abdomen dan penembahan berat badan dengan pesat terjadi
pada klien stroke disertai penyakit jantung.
d) Sistem
Persarafan.
Dapat
terjadi penurunan tingkat kesadaran dihitung dari nilai GCS biasanya pada
stroke dengan hemoragik, biasanya stroke infark pada hemisfer serebri tetap
sadar selama perjalanan penyakitnya.
a) Tes
Fungsi Serebral.
(1) Status
Mental.
Dapat
timbul gejala disorientasi waktu, tempat dan orang, menjadi kurang konsentrasi
dan perhitungan, ataupun dalam memori.
(2) Pengkajian
Bicara.
Klien
dengan stroke didapatkan bicara menjadi tidak jelas, bicara rero, pelo dan
tidak dimengerti.
b) Tes
Fungsi Nervus Kranial.
(a). Kerusakan
Nervus I (olfaktorius) memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman.
(b). Nervus
II (optikus). Penurunan daya penglihatan kehilangan sebagian penglihatannya,
atau bahkan terjadi diplopia.
(c). Nervus
III (okulamotorius), Nervus IV (troklearis) dan Nervus VI (abdusens).
Kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang perubahan ukuran pupil,
pupil tidak sama, pupil berdilatasi, pergerakan bola mata tidak simetris.
(d). Nervus
V (trigeminus). Kerusakannya akan menyebabkan gangguan dalam mengunyah, terjadi
paralisis otot wajah dan penurunan fungsi reflek kornea.
(e). Nervus
VII (fasialis). Asimetris wajah saat tersenyum, melemahnya penutupan kelopak
mata dan hilangnya rasa 2/3 bagian tidak anterior lidah.
(f). Nervus
VIII (akustikus). Menyebabkan menurunnya fungsi pendengaran dan daya
keseimbangan tubuh.
(g). Nervus
IX (glosofaringeus), Nervus X (vagus). Biasanya terjadi cegukan (hiccuping),
biasa terjadi pada klien dengan resiko peningkatan intra kranial, menurunnya
reflek menelan, menurunnya fungsi rasa pada 1/3 posterior lidah.
(h). Nervus
XI (asesorius). Biasanya terjadi penurunan kekuatan otot sternokleidomastoideus
dan otot trapezius.
(i). Nervus
XII (Hipoglosus). Gejala yang biasa timbul adalah jatuhnya lidah ke salah satu
sisi, menurunnya fungsi pergerakan lidah.
c) Pemeriksaan
motorik.
Dapat
terjadi massa otot atropi, tonus otot menjadi kurang baik, terdapat penurunan
kekuatan otot.
d) Fungsi
sensoris.
Bila
terjadi kerusakan pada neuron sensoriknya kemungkinan klien tidak dapat
merasakan sentuhan atau goresan tumpul, tajam dan halus. Tidak dapat membedakan
panas dan dingin.
e) Fungsi
serebelum.
Fungsi
koordinasi menjadi kurang sempurna dan terdapat gangguan keseimbangan tubuh.
f) Tes
fungsi refleks.
Terjadi
penurunan reflek-reflek karena menurunya respon motorik involunter yang ditimbulkan
karena adanya rangsangan di sepanjang lengkung reflek .
g) Rangsang
selaput meningeal.
Pada
klien dengan stroke perdarahan intra serebral pun tanda meningeal dapat positif
apabila stroke tersebut disebabkan karena sebelumnya ada riwayat hipertensi.
e) Sistem
Perkemihan.
Terjadi
perubahan pola eliminasi seperti
inkontinensia urine karena adanya paralise spinkter uretra.
f) Sistem
Muskuloskeletal.
Biasanya
terjadi kesulitan dalam aktivitas karena lemah, kehilangan fungsi sensasi,
paralisis pada sebagian atau seluruh motorik, perubahan tonus otot, kelelahan,
adanya pengurangan massa otot, terbatasnya Range
Of Motion.
g)Sistem
Integumen.
Pada
stroke yang immobilitas lama terjadi kerusakan pada kulit daerah yang tertekan
akibat immobilitasi yang menimbulkan perubahan aliran darah ke area yang
tertekan dan menonjol.
g.
Hasil
pengkajian khusus: masalah kesehatan kronis, fungsi kognitif, staus fungsional
status psikologis, dan risiko jatuh.
h.
Lingkungan
tempat tinggal: kebersihan dan kerapihan ruangan, penerangan, sirkulasi udara,
dan keadaan kamar mandi dan WC, pembuangan air kotor, sumber air minum,
pembuangan sampah, sumber pencemaran, penataan halaman, privasi, dan risiko
injuri.
i.
Sistem nilai
kepercayaan: aktivitas keagamaan yang dilakukan, pengetahuan tentang praktik
keagamaan, kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan, dan kepercayaan tentang
kematian.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai
akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
(Hidayat, A. Azis., 2001:12). Diagnosa yang mungkin muncul pada
klien dengan stroke menurut Marilynn E.
Doenges (1988:290-307); Barbara Engram (1997:633-641); Susan Martin Tucker
(1998:485-492), yaitu :
a. Gangguan
Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan
oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
b. Gangguan
mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi neuromotorik, keterbatasan gerak.
c. Gangguan
pemenuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan melemahnya
otot-otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d. Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya sirkulasi serebral, terganggunya
tonus otot mulut dan wajah.
e. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis atau defisit, penyempitan
lapang persepeptual yang disebabkan oleh ansietas.
f. Resiko
tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
tingkat kesadaran.
g. Gangguan
pemenuhan eliminasi urine : inkontinensia berhubungan dengan adanya kelemahan
pada spingter urine.
h. Gangguan
pemenuhan kebutuhan elimunasi BAB : konstipasi berhubungan dengan adanya parese
otot.
i.
Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL
sehubungan dengan adanya parese otot.
j.
Gangguan pemenuhan diri : body image
menurun berhubungan dengan adanya parese otot.
k. Gangguan
rasa aman : cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian hasil
pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
l.
Defisit pengetahuan mengenai kondisi
dirinya dan prosedur pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kesalahan interpretasi informasi, kurangnya informasi.
3.
Perencanaan
a.
Gangguan Perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi,
vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan :
Tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan sensori motorik
membaik.
Kriteria evaluasi :
-
Tanda-tanda vital dalam batas
normal
-
Klien tidak mengeluh pusing.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Tentukan faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyebab penurunan perfusi serebral
Pantau status neurologis
sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normal
Observasi tanda-tanda vital,
catat adanya hiper / hipotensi, bandingkan kiri dan kanan. Catat irama dan
pola pernafasan, catat frekuensi dan irama jantung.
Evaluasi keadaan pupil, catat
bentuk, ukuran, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
Pertahankan keadaan tirah
baring, ciptakan lingkungan yang tenang.
Cegah terjadinya defekasi dan
pernapasan yang memaksa (batuk terus menerus).
Berikan oksigen sesuai
indikasi.
|
Kerusakan dan kegagalan
memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan atau klien
harus dipindahkan keruang perawatan kritis.
Mengetahui kecenderungan
peningkatan TIK, dan mengetahui kemajuan, atau kerusakan SSP.
Tersumbatnya arteri subklavia
dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan,
ketidakteraturan irama pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan
serebral, disritmia atau mur-mur mungkin mencerminkan adanya penyakit jantung
yang menjadi faktor pencetus.
Reaksi pupil berguna menentukan
apakah batang otak tersebut masih baik atau tidak.
Aktivitas dan stimulus yang
kontinyu dapat meningkatkan TIK.
Valsava manuver dapat
meningkatkan TIK.
Menurunkan hipoksia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi serebral.
|
b.
Gangguan mobilitas berhubungan dengan
penurunan fungsi neuromotorik, keterbatasan gerak.
Tujuan :
Mempertahankann posisi yang optimal agar dapat berfungsi
seperti pada saat tidak ada kontraktur.
Kriteria Evaluasi.
-
Klien dapat melakukan mobilisasi yang
ringan sampai kemampuan yang sesuai dengan kondisi klien.
-
Tidak terjadi dekubitus,
bronchopneumoni, tromboplebitis dan kontraktur sendi.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Koreksi tingkat kemampuan dan
keterbatasan gerak dengan menilai kekuatan otot yang dinilai dalam derajat
melalui skala 0-5.
Observasi terus kemampuan gerakan
motorik, keseimbangan, koordinasi gerakan dan tonus otot.
Atur posisi klien dan ubah secara
teratur 2 jam sekali bila tidak ada kejang, misal : posisi supinasi, promosi,
tidur miring, dll.
Bantu klian melakukan gerakan
secara pasif / aktif pada semua ekstremitas.
Lakukan massage perawatan kulit
dan mempertahankan alat-alat tenun bersih dan kering.
Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi secara aktif, latihan resistif dan ambulasi klien
|
Dengan koreksi tingkat
kemampuan dan keterbatasan gerak klien dapat menentukan tingkat aktivitas dan
bantuan yang diberikan.
Dengan mengobservasi kemampuan
gerak dapat memperlihatkan penurunan atau meningkatkan fungsi sensoris
motoris.
Dengan mengubah posisi klien,
dapat mengurangi resiko iskemik jaringan dan untuk memperlancar peredaran
darah serta mengurangi sensasi / penekanan tubuh dimana merupakan penyebab
terjadinya kerusakan kulit.
Gerakan pasif dan aktif dapat
meminimalkan terjadinya atropi otot, memperlancar sirkulasi, mencegah
menurunan tonus otot dan kekuatan otot serta dapat mencegah kontraktur.
Meningkatkan sirkulasi
elastisitas kulit dan integritas kulit.
Program yang khusus dapat
dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan
tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi dan kekuatan.
|
c.
Gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan melemahnya otot-otot yang digunakan untuk
mengunyah dan menelan.
Tujuan
:
Tidak
ada tanda-tanda kekurangan nutrisi.
Kriteria
Evaluasi:
-
BB klien normal (BB normal, TB-100-10 %
(TB-100)
-
Klien dapat makan melalui mulut dan
kemampuan menelan kuat.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2
3.
4.
5.
6.
|
Timbang Berat badan.
Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara manual denagn menekan rinagn diatas bibir / dibawah dagu
Kaji perkembangan kemampuan menelan
klien
Lakukan kolaborasi untuk pemberian
makanan melalui NGT
Mulailah untuk memberikan makanan per
orl setenganh cair, makana lunak ketika pasien dapat menelan air
Lakukan kolaborasi untuk pemberian
cairan melalui IV .
|
Penimbangan berat badan dapat
mendeteksi perkembangan berat badan sehingga memudahkan untuk intervensi
selanjutnya.
Membantu dalam melatih kembali motorik
dan meningkatkan kontrol muskuler
Mengetahui tingkat perkembangan dan
kemajuan dari kemampuan menelan klien
Dengan
pemberian makanan melalui NGT memudahkan nutrisi masuk kebutuhan sehingga
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Makanan
lunak atau cairan kental lebih mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan risisko terjadinya aspirasi
Mungkin
diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien
tidak mampu untuk memasukan segala sesuatu melalui mulut.
|
d.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan kurangnya sirkulasi serebral, terganggunya tonus otot mulut dan wajah.
Tujuan
:
Mengkomunikasikan
kebutuhan dengan frustasi minimal.
Kriteria Evaluasi :
-
Klien dapat mengucapkan kata-kata.
-
Klien mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
dengan benar dan jelas.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Kembangkan bentuk komunikasi klien
dengan memulai bahasa isyarat atau panggilan yang jelas serta mudah
dimengerti.
Bicaralah pada klien dengan suara
tidak terlalu keras dan cepat.
Latih mengucapkan kata-kata pendek dan
suruh klien mengulanginya dan memberi umpan balik.
Mintalah pasien untuk mengucapkan
suara sederhana seperti “sh” atau “pus”.
Kolaborasi : konsultasi ke bagian
speect therapist.
|
Dapat
membantu klien mudah berkomunikasi, mengurangi kebingungan pada klien
sehingga klien mampu melakukan komunikasi.
Klien dengan gangguan pola komunikasi
tidak semuanya mengalami gangguan pendengaran sehingga suara yang keras dan
terlalu cepat membuat klien marah karena klien dengan gangguan ini mudah
sensitif.
Agar
kemampuan bicara klien kembali berfungsi seperti semula, umpan balik dapat
membantu klien untuk mengerti kalimat yang diucapkannya.
Mengidentifikasi
adanya disatria sesuai komponen motorikdari bicara (seperti lidah, gerakan
bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga
tidak disertai afasia motorik
Dapat
mengetahui kemampuan verbal, motor sensasi dan kemampuan kognitif dan untuk
melakukan therapi rehabilitasi.
|
e.
Perubahan persepsi : sensori berhubungan
dengan trauma neurologis atau defisit, penyempitan lapang perseptual yang
disebabkan oleh ansietas.
Tujuan :
Memulai / mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perseptual.
Kriteria evaluasi :
-
Mengakui perubahan dalam kemampuan dan
adanya keterlibatan residual.
-
Mendemonstrasikan perilaku untuk
mengkompensasi terhadap hasil.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
|
Evaluasi adanya gangguan
penglihatan, catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan persepsi.
Dekati pasien dari daerah
penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala.
Ciptakan lingkungan yang tidak
membahayakan.
Berikan latihan stimulus panas
/ dingin, tajam / tumpul dan sentuhan.
|
Gangguan pada penglihatan
berdampak negatif terhadap kemampuan klien menerima lingkungan dan
mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan resiko terjadinya
cedera.
Mencegah klien terkejut.
Menurunkan jumlah stimulus
penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi
lingkungan.
Membantu melatih kembali jaras
sensorik untuk menginterpretasikan persepsi dan interpretasi stimulasi.
|
f.
Resiko tinggi terhadap bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Jalan nafas tetap baik dan lancar.
Kriteria evaluasi :
-
Nafas tidak berbunyi
-
GDA dalam batas normal
-
Warna kulit normal.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Ubah
posisi semifowler setiap 2 jam sekali.
Lakukan
pengisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik.
Lakukan
fisioterapi dada / clapping.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian O2
Lakukan
kolaborasi dengan tim analisis dan melaksanakan analisis gas darah.
|
Posisi
semi fowler dapat mengeluarkan secret dan mencegah aspirasi sehingga membuka
jalan nafas dan kebutuhan 02 terpenuhi.
Dengan
dilakukannya pengisapan lendir maka jalan napas akan bersih dan akumulasi
secret dapat dicegah sehingga pernafasan akan tetap lancar dan efektif.
Dengan
melakukan clapping dapat membantu melepaskan secret pada daerah bronchus.
Membantu
asupan O2 adekuat dengan menghindari resiko kesalahan penggunaan (terlalu
banyak atau terlalu sedikit) dan komplikasi lanjut
Analisa
gas darah dapat menentukan keefektifan respirator, keseimbangan cairan asam
basa dan kebutuhan terapi.
|
g.
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine : inkontinensia berhubungan dengan adanya kelemahan pada spingter urine.
Tujuan
:
Kebutuhan
eliminasi urine terpenuhi.
Kriteria
Evaluasi:
-
Klien mampu BAK tanpa mengganggu rasa
nyaman.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
|
Kaji
kemampuan BAK klien
Kolaborasi
pemasangan kateter.
Observasi
haluaran urine
Latih
pengosongan bladder secara teratur pada jam-jam tertentu.
|
Mengetahui
tingkat gangguan terhadap pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK
Dengan
pemasangan kateter dapat membantu pengosongan bladder sehingga retensi urine
dapat dicegah.
Memberikan
informasi tentang fungsi kandung kemih dan perkembangan dari fungsi spingter
Akan
melatih dan merangsang kontraksi bladder sehingga klien dapat menahan atau
mengeluarkan urine secara tepat.
|
h.
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
BAB : konstipasi berhubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan
:
Eliminasi BAB klien dapat terkontrol
Kriteria
evaluasi:
-
Klien mampu BAB 1 x dalam sehari.
-
Konsintensi faeses lembek
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Observasi
adanya distensi abdomen jika bising usus menurun dan auskultasi bising usus
|
Hilangnya
peristaltik karena saraf yang terganggu melumpuhkan usus sehingga motilitas
usus menurun.
|
2.
|
Latih
pergerakan sendi pinggul
|
Merangsang
peristaltik colon sehingga proses pengeluaran faeses dapat berjalan lancar.
|
3.
|
Massase
daerah bokong dan punggung.
|
Merangsang
persarafan yang mempersarafi organ pencernaan bagian bawah, sehingga kerja
colon dapat pulih kembali dan proses defekasi dapat berjalan dengan lancar.
|
4.
|
Beri
makanan yang mengandung tinggi serat
|
Makanan
yang mengandung tinggi serat dapat mencegah terjadinya obstipasi karena
makanan berserat tidak dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan residu
yang banyak dan dapat merangsang rectum untuk mengeluarkan faeses.
|
5.
|
Anjurkan
banyak minum air putih
|
Merangsang
peristaltik usus dan menghindari absorbsi air yang berlebih sehingga feses
tidak mengeras.
|
6.
|
Kolaborasi
pemberian supositoria.
|
Melembekkan
konsistensi faeses dan merangsang peristaltik spingter sehingga proses
defekasi dapat berlangsung.
|
i.
Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL
sehubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan :
Kebutuhan ADL terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
-
Makan, minum, eliminasi dan personal
hygiene terpenuhi.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Kaji
kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
Hindari
melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Tempatkan
alat-alat yang dibutuhkan berdekatan dengan klien
Observasi
keadaan integritas kulit terutama daerah yang menonjol dan lakukan masase
Berikan
umpan balik positif untuk setiap tindakan yang berhasil dilakukan.
Kaji
ulang kekuatan otot klien
Libatkan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan klien (mandi, keramas, sikat gigi dll)
|
Membantu
mengantisipasi / merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
Pasien
mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi.
Meningkatkan
kemandirian dan mendorong klien untuk berusaha sesuai dengan kemampuannya.
Penekanan
yang terlalu lama beresiko terjadinya iskemia, stimulasi sirkulasi mencegah
kerusakan kulit
Meningkatkan
makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong klien untuk berusaha
sesuai dengan kemampuannya.
Mengetahui
kemampuan kekuatan klien dalam pemenuhan aktivitas
Memandirikan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene klien.
|
j.
Gangguan konsep diri : body image
menurun berhubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan
:
Menunjukkan
konsep diri yang baik.
Kriteria
evaluasi :
-
Klien
menerima akan keadaan dirinya.
-
Klien mampu menerima kenyataan tanpa
konsep diri yang negatif
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Identifikasi
klien akan arti kehilangan / tidak, fungsinya perubahan dirinya klien dan
ketidakberdayaan.
|
Agar
klien menerima perubahan fungsi yang terjadi pada diri klien secara efektif.
|
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Bantu
klien mengekspresikan perasaannya.
Monitor
adanya gangguan tidur, semakin sulit berkonsentrasi, ketidak- mampuan
mencegah masalah dan menarik diri.
Tekankan
keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh
ataupun kemandirian pasien.
Bantu
dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
Berikan
dukungan terhadap prilaku / usaha seperti peningkatan minat/partisipasi
pasien dalam kegiatan rehabilitasi
Kolaborasi
dengan neuropsikologis
|
Dapat
membantu klien untuk mengetahui dan menerima bahwa perasaannya itu tidak akan
memperburuk keadaannya.
Untuk
mengetahui awal depresi sehingga membutuhkan evaluasi dan intervensi
selanjutnya.
Mengkonsolidasi
keberhasilan membantu menurunkan perasaan marah dan ketidak berdayaan
menimbulkan perasaan adanya perkembangan
Membantu
peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
Mengisyaratkan
kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri
dalam kehidupan selanjutnya.
Dapat
mempermudah adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu agar merasa menjadi
orang yang produktif.
|
k.
Gangguan rasa aman : cemas keluarga
berhubungan dengan ketidakpastian hasil pengobatan dan perawatan serta adanya
perubahan situasi dan krisis.
Tujuan
:
Rasa aman keluarga terpenuhi
Kriteria
evaluasi :
-
Keluarga klien mampu mengekspresikan
perasaannya.
-
Ekspresi wajah keluarga klien tenang.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji
perasaan keluarga dan beri rasa simpati dengan memberi kesempatan keluarga
mengekspresikan perasaannya.
|
Kekhawatiran
keluarga klien dapat menimbulkan kecemasan sehingga membutuhkan orang lain
yang mau mendengarkan keluhan-keluhannya agar keluarga klien merasa ada yang
memperhatikan sehingga mengurangi kecemasan.
|
2.
|
Berikan
penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi rencana perawatan klien secara
akurat dan memperhatikan kondisi dan situasi.
|
Keluarga
klien tidak dapat menerima seluruh informasi karena pengaruh emosi, oleh
karena itu beri informasi bila situasi dan kondisi benar-benar memungkinkan
agar tidak menimbulkan salah persepsi.
|
3.
4.
|
Libatkan
keluarga dalam pengambilan keputusan dan perencanaan.
Beri
dukungan pada kelurga dengan mengenali koping mekanisme positif yang dipakai
|
Dengan
tindakan tersebut keluarga klien
menjadi bagian integral dari program yang dijalankan.
Dengan
diberikan dukugan diharapkan kelurga termotivasi untuk melakukan koping yang
positif terhadap kecemasan.
|
l.
Defisit pengetahuan mengenai kondisi
dirinya dan prosedur pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kesalahan interpretasi informasi, kurangnya informasi.
Tujuan
:
Klien
berpartisipasi dalam proses belajar.
Kriteria
evaluasi :
-
Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
atau prognosis dan aturan therapeutik.
-
Memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Tinjau
ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana kemungkinan kembali
aktivitas.
Tinjau
ulang atau pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi cara
meneruskan program setelah pulang.
Identifikasi
tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara medis.
Identifikasi
faktor-faktor resiko secara individual.
Identifikasi
sumber-sumber yang ada di masyarakat, seperti perkumpulan stroke atau program
pendukung lainnya.
Rujuk/tegaskan
perlunya evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi seperti ahli fisio-terapi
fisik, okupasi dan terapi wicara.
|
Meningkatkan
pemahaman dan memberikan harapan pada masa yang akan datang.
Aktivitas
yang dianjurkan pembatasan dan kebutuhan obat atau terapi dibuat atas dasar
pendekatan interdisiplin terkoordinasi.
Menurunkan
resiko terjadinya komplikasi.
Meningkatkan
kesehatan secara umum dan mungkin menurunkan resiko kambuh.
Meningkatkan
kemampuan koping dan meningkatkan penanganan di rumah dan penyesuaian
terhadap kerusakan.
Kerja
sama yang baik pada akhirnya diharapkan atau meminimalkan adanya gejala sisa
atau penurunan neurologis.
|
C. TINJAUAN
KASUS LANSIA DENGAN PASCA STROKE
0 komentar:
Posting Komentar